Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan sampai saat ini Bank Indonesia (BI) tidak kooperatif untuk dimintai keterangan dan dokumen dalam penyelidikan aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). "Sampai saat ini tidak kooperatif, kalau pun datang lamban sekali, musti berkali-kali, kurang mulus lah," kata Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Tumpak Hatorangan Panggabean, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat. KPK, lanjut dia, juga selalu mendapatkan jawaban tidak logis dari para pejabat BI yang dimintai keterangan. "Keterangan banyak yang tidak logis, ngarang," ujarnya. Tumpak mencontohkan, dana bantuan hukum untuk mantan pejabat BI yang terjerat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp68,5 miliar, disebutkan oleh seorang pejabat BI yang diperiksa digunakan untuk menulis buku. "Kan sangat tidak logis. Menulis buku apa sampai miliaran?" ujarnya. KPK, lanjut dia, juga mendapatkan keterangan yang bertentangan satu sama lain dari sejumlah orang yang dimintai keterangan. Bahkan, salah satunya mencabut keterangan pada pemeriksaan yang ketiga kali. Pejabat BI yang telah dimintai keterangan tiga kali oleh KPK adalah mantan Kepala Biro Gubenur yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya, Rusli Simandjuntak. KPK, kata Tumpak, juga kesulitan untuk meminta keterangan dari Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah. Burhanuddin oleh KPK telah dipanggil dua kali. Namun, sebagai jawaban, Burhanuddin mengirim surat ke KPK agar dipanggil pada 12 Januari 2008. Meski mengakui menemui hambatan untuk mengungkap kasus aliran dana YPPI, Tumpak masih optimistis bahwa KPK dapat menyelesaikan kasus itu. "Kita jelas melihat bahwa ada penyalahgunaan dana yang dilakukan oleh Direksi BI," ujarnya. Menurut Tumpak, KPK memandang kasus tersebut dalam tiga bagian, yang pertama adalah penyalahgunaan dana oleh Direksi BI, yang kedua penerimaan oleh para anggota legislatif, dan ketiga kemungkinan penerimaan dana oleh penegak hukum.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007