Surabaya (ANTARA News) - Pementasan monolog Butet Kartaredjasa dengan lakon "Sarimin" di gedung Cak Durasim, komplek Taman Budaya Jawa Timur (TBJT), Surabaya, Jumat malam memukau warga Surabaya.
Butet yang didukung kelompok musik pimpinan Djaduk Ferianto, adiknya sendiri membawakan lakon dengan guyonan-guyonan segar. Apalagi, Butet dengan gayanya yang ceplas-ceplos menyindir banyak pihak, seperti polisi, jaksa dan hakim.
Tidak hanya itu, dia juga menyebut-nyebut sejumlah nama untuk bahan guyonannya, seperti Dahlan Iskan yang dikatakan nama sebenarnya dari Sarimin. Atau penyair D Zawawi Imron yang disebut-sebut dengan guyonan bahwa penyair itu sepi tanggapan.
Lakon Sarimin yang naskahnya ditulis oleh Agus Noor itu memang bercerita tentang hukum di negeri ini yang bisa dipermainkan sesuai kehendak aparat penegak hukum itu sendiri.
Bermula ketika Sarimin yang hanya pengamen Topeng Monyet menemukan KTP. Lelaki jujur itu kemudian ke kantor polisi untuk menyerahkan KTP tersebut. Saat itulah sindiran muncul karena polisi pura-pura sibuk dan tidak menghiraukan Sarimin.
Setelah berhari-hari menunggu diterima oleh polisi, akhirnya Sarimin justru menjadi tersangka. Polisi menetapkan dia sebagai tersangka karena KTP yang ditemukan adalah milik seorang hakim agung.
Berbagai pasal dituduhkan kepada Sarimin. Karena itu Sarimin dipaksa oleh polisi untuk mengakui kesalahannya telah mencuri KTP milik seorang hakim agung. Sarimin bertahan untuk tidak mengaku bersalah.
Kemudian datang seorang pengacara kondang yang hendak membela Sarimin. Namun bukan pembelaan yang diterima Sarimin. Si pengacara justru memanfaatkan kasus Sarimin untuk memperbaiki citranya yang selama ini kurang baik.
Lagi-lagi Sarimin dipaksa untuk mengaku telah mencuri oleh pengacaranya. Sarimin tetap menolak meskipun pengacara dibantu polisi terus memaksa Sarimin mengaku.
Lakon itu diakhiri dengan suara-suara polisi, pengacara, hakim agung dan monyetnya di telinga Sarimin yang saling bersautan. "Itu tadi suara hakim agung atau monyet ya?" kata Sarimin mengakhiri pertunjukan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007