Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Developments Monitoring (IDM) mengumumkan, hasil eksaminasi (uji otentik) publik atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang kasus Temasek. "Sejak awal kami ada `concern`, ada ketimpangan KPPU dalam kasus Temasek sehingga kami kritisi dan sikapi. Kami undang berkoalisi antara lain kalangan LSM, profesional, pakar untuk eksaminasi terhadap putusan KPPU," kata Direktur IDM Dwi Mardianto dalam keterangan persnya, di Jakarta, Jumat. Majelis eksaminasi antara lain, Arief Hidayat (Undip), Udin Silalahi (CSIS), Shidarta (Untar), Freddy Harris (UI), Budi Santoso (Undip), Lapan Tukan Leonardo (Undip), Didi Sunardi (Universitas Pancasila), Gunawan Widjaja (Universitas Pelita Harapan), dan Dwi Mardianto (IDM). Eksaminasi, katanya, bukan putusan hukum melainkan penilaian masyarakat atas suatu putusan hukum. "Karena tujuan penegakan hukum adalah rasa adil masyarakat," katanya. Pada kesempatan itu Mardianto membacakan sebagian hasil eksaminasi publik terhadap perkara KPPU nomor 07/KPPU-L/2007 tentang dugaan pelanggaran Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 yang terkait dengan kepemilikan silang kelompok usaha Temasek dan praktek monopoli Telkomsel. Seluruh hasil eksaminasi sebanyak 121 halaman. Majelis eksaminasi, katanya, menyimpulkan bahwa keputusan KPPU tentang kasus Temasek mengandung cacat formal karena melanggar ketentuan yang mengatur soal jangka waktu pemeriksaan pendahuluan, jangka waktu pemeriksaan lanjutan, jangka waktu untuk memutuskan telah terjadi pelanggaran atau tidak terhadap UU nomor 5 tahun 1999. KPPU, katanya, melakukan kesalahan dalam menjatuhkan keputusan dalam perkara tersebut yang terkait dengan kepemilikan silang Temasek dan praktek monopoli Telkomsel. Putusan KPPU telah melebihi kewenangan sebagaimana diatur dalam UU nomor 5 tahun 1999 dan secara terang dan jelas melawan ketentuan UU perseroan terbatas, UU nomor 1 tahun 1995 yang diubah dengan UU nomor 40 tahun 2007, dan UU nomor 25 tahun 2007 tentang pasar modal, UU nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi, dan peraturan pelaksanaannya yang berlaku. Keputusan KPPU, katanya, cacat hukum baik secara formil maupun materiil sehingga patut untuk dinyatakan batal demi hukum atau setidak-tidaknya dapat dibatalkan. Ia menjelaskan, tuduhan kepemilikan silang Temasek melalui anak perusahaannya di PT Telkomsel dan PT Indosat Tbk, terlalu dan belum dapat dikatakan pelanggaran terhadap UU nomor 5 tahun 1999. Hak memilih komisaris dan direksi baik di Telkomsel maupun Indosat telah diberikan oleh hukum tetapi juga dibatasi oleh hukum yakni anggaran dasar perusahaan. Berdasarkan rapat umum pemegang saham (RUPS) Indosat tahun 2007 dalam agenda lima RUPS terlihat indikasi bahwa komisaris dan direksi Indosat lebih banyak dinominasikan oleh pemerintah yaitu 80 persen. Telkomsel dan Indosat memiliki manajemen masing-masing dan diawasi oleh komisaris sesuai UU perseroan nomor 1 tahun 1995. Meskipun Sing Tel dan ICL (Indonesia Communication Limited) memiliki direksi dan komisaris, bukan berarti Temasek berwenang mengintervensi Indosat dan Telkomsel. "Karena bagaimanapun bukan Temasek yang memiliki saham di Indosat dan Telkomsel, namun SingTel dan ICL sebagai dasar hukum yang secara langsung memiliki saham pada Telkomsel dan Indosat," katanya. SingTel merupakan perusahaan terbuka dan listing pada bursa saham di Singapura sehingga SingTel sendiripun bukan seratus persen milik Temasek karena sudah listing di Bursa Saham Singapore dan menjadi perusahaan terbuka. Ia menjelaskan, eksaminasi bertujuan antara lain menguji apakah prosedur formil dalam perkara Temasek telah sesuai UU nomor 5 tahun 1999, menguji apakah pertimbangan hukum dalam perkara itu sesuai dengan UU nomor 5 tahun 1999, prinsip-prinsip hukum, dan keadilan. Selain itu, katanya, mendorong partisipasi publik untuk terlibat aktif dalam memberikan tanggapan terhadap berbagai perkara monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang menyangkut kepentingan publik. Selain itu, katanya, mendorong komisioner KPPU, hakim pengadilan negeri, dan mahkamah agung memeriksa perkara monopoli dan persaingan usaha tidak sehat agar senantiasa menjalankan tugasnya dalam prinsip-prinsip keadilan, profesionalitas, kejujuran, kekonsistenan, dan integritas agar tidak membuat keputusan yang merugikan masyarakat luas.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007