Miami (ANTARA News) - Dalam waktu kurang dari 50 tahun, lautan mungkin menjadi terlalu asam bagi terumbu karang untuk tumbuh akibat buangan karbon dari pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia, demikian hasil penelitian yang disiarkan Kamis. Jika buangan karbon yang meningkat tidak turun dalam waktu dekat, maka semua terumbu karang yang ada dapat mati paling lambat tahun 2100, kata beberapa ilmuwan. Great Barrier Reef di Australia, gugusan karang terbesar di dunia, dan karang di Karibia akan termasuk di antara korban pertama, kata para ilmuwan yang mengerjakan proyek karang besar di seluruh dunia. Studi tersebut, yang direncanakan disiarkan dalam jurnal Science terbitan Jumat, mesti menjadi peringatan bagi delegasi ke konferensi perubahan iklim PBB di Bali, Indonesia, pekan ini, kata para peneliti itu. "Kita memerlukan pengurangan cepat tingkat karbon dioksida," kata Ove Hoegh-Guldberg, seorang profesor ilmu kelautan di University of Queensland, Australia, dan penulis utama studi tersebut. "Dampak perubahan iklim pada terumbu karang jauh lebih dekat daripada perkiraan kita," katanya dalam suatu wawancara telefon dari Australia. "Itu ada di dekat kita." Studi tersebut mendapati buangan karbon dioksida, gas utama "rumah kaca" yang menyumbang pemanasan global, mendorong keasaman sangat banyak sehingga air laut yang menutupi 98 persen terumbu karang mungkin terlalu asam hingga 2050 bagi sebagian terumbu karang untuk hidup, dan meskipun yang lain mungkin selamat, terumbu karang itu tak mampu membangun karang. "Jika kita tak melakukan tindakan segera, ada tanggung jawab sesungguhnya bahwa terumbu karang, dan semua yang bergantung padanya, takan dapat bertahan hidup pada abad ini," kata peneliti Ken Caldeira. Terumbu karang, susunan lembut di bawah permukaan laut yang menyerupai taman karang yang dibuat oleh hewan kecil yang disebut "coral polyps", adalah tempat berlindung dan perawatan penting bagi ikan serta kehidupan lain di bawah laut. Semua itu dianggap sebagai perlindungan yang berharga bagi daerah panti dari gelombang laut tinggi. Terumbu karang adalah sumber penting makanan bagi jutaan orang dan sangat penting bagi pariwisata dari Australia hingga kepulauan Karibia dan Florida Keys.Terumbu karang menghasilkan 375 miliar dolar AS per tahun dalam nilai ekonomi di seluruh dunia, kata kelompok pencinta lingkungan hidup The Nature Conservancy, dan dipantang sebagai simpanan bagi potensi obat kanker dan bagi penyakit lain Abad 21. "Coral polyps" menyimpan kalsium korbonat untuk membangun dasar batu terumbu karang. Karang tumbuh secara perlahan, sekitar satu sentimeter per tahun dan susunan rentan yang diciptakannya dapat mudah rusak oleh jangkar kapal, badai dan ancaman lain. Para peneliti tersebut, mendasari pekerjaan mereka pada simulasi komputer mengenai kandungan kimiawi lautan, mengatakan sekitar sepertiga karbon dioksida, atau CO2, yang masuk ke atmosfir diserap oleh lautan, memperlambat pemanasan global tapi membuat laut tercemar. CO2 menghasilkan karbonik acid, bahan yang memberi desis pada minuman ringan. Acid itu mengurangi konsentrasi ion-karbonat, yang penting untuk bagi pembentukan karang. Tingkat CO2 saat ini di atmosfir adalah 380 bagian per juta, kata para peneliti, tapi naik cepat saat manusia meningkatkan buangan gas dengan pembakaran bahan bakar fosil. Jika kecenderungan tersebut berlanjut, maka konsentrasi dapat naik jadi 880 bagian per juta hingga 2100. Namun, sekalipun CO2 di atmosfir stabil pada 550 bagian per juta, yang akan memperlukan upaya terpadu internasional, tak ada terumbu karang yang ada dapat bertahan, kata para peneliti tersebut. "Dunia menjadi taruhan di sini. Ini adalah keadaan darurat global," kata Hoegh-Guldberg. "Tingkat (CO2) harus turun paling lambat pada 2015." Terumbu karang di Australia dan Karibia menghadapi ancaman besar karena semuanya sudah menghadapi konsentrasi lebih rendah ion-karbonat sehingga akan mencapai tingkat kritis lebih cepat, katanya. Penelitian itu mesti menjadi peringatan bagi mereka yang memelihara terumbu karang guna menghimpun upaya menanggulangi ancaman lain terhadap terumbu karang, yang meliputi penangkapan ikan secara berlebihan, polusi dari daratan di dekatnya dan sumber penyakit, kata para peneliti tersebut. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007