"Saya katakan tanpa kolaborasi tidak mungkin Indonesia akan maju. Kalau ingin maju, kita harus terbuka. Keterbukaan dan transparansi ini menjadi penting," kata Menristekdikti Nasir saat konferensi pers peluncuran kerja sama riset penyakit menular Indonesia – Inggris melalui "Program Newton Fund antara Medical Research Council (MRC)" dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi di Jakarta, Senin.
Dia mendukung peningkatan kerja sama antara peneliti Indonesia dengan peneliti Inggris agar riset di Indonesia dapat menghasilkan lebih banyak paten dan prototipe.
Menteri Nasir mengatakan kinerja riset, publikasi dan paten Indonesia didorong untuk terus meningkat, dan menekankan bahwa hasil riset harus mampu dihilirisasi agar dapat memberikan dampak bagi perekonomian masyarakat dan negara.
"Jumlah paten di Indonesia sendiri saat ini sudah mencapai 2.842, namun ini tidak cukup, hasil riset juga harus dapat dikomersialisasikan agar memiliki dampak ekonomi. Ini yang kita dorong. Saya meminta kepada Bapak Duta Besar agar kerjasama riset ini harus bisa diterapkan di dunia industri, agar memiliki dampak secara ekonomi," tuturnya.
Kemristekdikti dan Departemen Bisnis, Energi dan Strategi Industri Inggris melalui Program Newton Fund mengalokasikan anggaran Rp37 miliar untuk mendanai enam penelitian terbaik bidang penyakit termasuk penelitian yang berkaitan dengan HIV, demam berdarah dan malaria.
Teekait pendanaan terhadap penelitian yang berjangka tiga tahun itu, Inggris menyalurkan sebanyak Rp32 miliar, dan Indonesia menyiapkan sebanyak Rp5 miliar.
Hasil kolaborasi diharapkan akan meningkatkan ketahanan dan kesiapan Indonesia dalam menangani penyakit menular yang mematikan, termasuk melalui intervensi kebijakan maupun pengembangan teknologi farmasi dan inovasi alat medis.
"Hasil riset ini saya harapkan menghasilkan inovasi di bidang kesehatan dan obatan. Saya ucapkan terima kasih kepada pemerintah Inggris telah membantu riset di Indonesia. Harapannya ada pemanfaatan dalam dunia usaha dan industri, dan kita ingin masa kerja sama riset ini diperpanjang ke depannya," ujar Menteri Nasir.
Kemenristekdikti juga telah melakukan Join Working Group (JWG) dengan pemerintah Inggris dan perwakilan perguruan tinggi Inggris yang dipimpin oleh Duta Besar Inggris Moazzam Malik di Gedung D Kemenristekdikti pada Jumat (10/5) lalu yang menghasilkan beberapa poin kerja sama, salah satunya adalah kunjungan dosen atau mobilitas staf antara Inggris dengan Indonesia.
"Staff mobility (mobilitas staf) dosen Indonesia ke luar negeri untuk meningkatkan kemampuan melalui post doktoralnya. Dosen dari Kerajaan Inggris ke Indonesia untuk berkolaborasi, membantu guru besar di Indonesia dalam bidang riset dan edukasi," ujarnya.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Leste, Moazzam Malik, mengatakan memang kolaborasi menjadi bagian penting dalam meningkatkan kemajuan negara Indonesia
"Jadi melalui kerja sama, kita menciptakan kolaborasi yang bertaraf internasional, meningkatkan kapabilitas peneliti di Indonesia dengan cepat dan juga menciptakan temuan yang berguna untuk rakyat Indonesia dan Inggris," ujarnya.
Dia mengatakan Inggris melihat potensi menjadi mitra utama bagi pendidikan tinggi dan riset di Indonesia.
"Tujuan kami adalah menjadi mitra utama bagi Indonesia di bidang pendidikan tinggi dan riset karena universitas-universitas Inggris sudah bertaraf Internasional, sebagian terbaik di dunia. 18 dari 100 universitas terbaik dunia ada di Inggris. 38 persen peraih Nobel sekolah di Inggris," ujarnya.
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019