Ambon (ANTARA News) - Pangdam XVI/Pattimura, Mayjen TNI Rasyid Qurnuen Aquary, menegaskan perintah tembak di tempat terhadap simpatisan separatis RMS itu dengan maksud melumpuhkan dan bukan membunuh.
"Tembak di tempat itu ada Prosedur Tetap (Protap) yang khusus dengan tujuan melumpuhkan oknum pelaku perbuatan makar terhadap kedaulatan NKRI, "katanya, di Ambon, Jumat.
Karenanya, kata dia, jangan diartikan tembak di tempat, akhirnya prajurit TNI, terutama AD nantinya bertindak membabibuta.
"Saya jamin sekiranya personel TNI-AD terpaksa melakukan penembakan di tempat, pastinya sesuai Protap hanya melumpuhkan,"ujar Pangdam.
Mantan Komandan Kopassus itu memandang perlu bersikap tegas terhadap apa pun bentuk gerakan separatis dengan pengalaman GAM, karena awalnya belum belum meluas pengaruhnya.
"RMS pun harus ditindak tegas melalui pendekatan menyadarkan provokasi menyesatkan yang ingin keluar dari NKRI. Hanya sekiranya pengibaran bendera RMS terus dibiarkan, maka bisa saja membahayakan sehingga harus ditindak tegas," katanya.
Personel Kodam XVI/Pattimura menembak satu pengikut separatis RMS, John Louhena, di Desa Aboru, Maluku Tengah, 8 Desember karena mengibarkan bendera "benang Raja" di saat berlangsungnya kerja bhakti TNI-AD sejak 3 Desember lalu.
Setelah dilumpuhkan, TNI-AD dari John menyita empat bendera RMS berbagai ukuran, sebuah pisau sangkur serta masing-masing satu penutup wajah (topeng-red), satu lem Alteco dan satu sikat gigi dan selanjutnya mengevakuasi John ke RST dr. Latumeten guna menjalani perawatan intensif.
John sudah diserahkan ke Polres P. Ambon dan P. P. Lease guna penyidikan lanjutan.
Gerakan separatis RMS ini diproklamirkan 25 April 1950 lalu, tetapi ditumpas TNI. Hanya saja, saat konflik sosial sejak tahun 1999 lalu diperjuangkan kembali kedaulatannya oleh Front Kedaulatan Maluku(FKM) dengan membonceng gerakan organisasi sempalan tersebut.
Organisasi sempalan ini sempat menunjukkan identitasnya dengan aksi "tarian liar" saat perayaan Harganas di Ambon, 29 Juni lalu dan disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang langsung menginstruksikan mengusut tuntas kegiatan tersebut sehingga 60-an orang telah diproses hukum.
Pimpinan Eksekutif FKM/RMS, Alexander Manuputty, kini buron ke Amerika Serikat setelah kabur dari LP Cipinang tahun 2004 lalu. (*)
Copyright © ANTARA 2007