Nusa Dua (ANTARA News) - Penyelenggaraan Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Nusa Dua, Bali, belum memberikan harapan keuntungan bagi Indonesia, kecuali "tekor" biaya penyelenggaraaan. "Yang sudah pasti, UNFCCC itu bikin kita rugi biaya penyelenggaraaan sebagai tuan rumah yang mencapai ratusan miliar rupiah," kata Tejo Wahyu Jatmiko, koordinator kampanye Kampung Masyarakat Sipil (Civil Society Forum/CSF), Kamis malam. Ditemui ANTARA saat atraksi hiburan malam terakhir di CSF kawasan BTDC, Nusa Dua, disebutkan bahwa sejauh ini belum ada komitmen jelas yang memberikan harapan Indonesia segera mendapat kucuran "dana karbon" dari negara maju. Disebutkan bahwa negara maju terus memainkan trik untuk hanya memberikan kompensasi "dana karbon" melalui sejumlah skema, dan tetap keberatan menurunkan emisi di negaranya sendiri. "Kami turut menyerukan kepada pemerintah Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, untuk tetap pada sikap menuntut negara maju juga menurunkan emisi secara bersama-sama," kata Tejo didampingi koordinator humas CSF, Pariama Hutasoit. Jika negara-negara maju juga tetap bersikukuh tak mau "diatur" negara berkembang, katanya, maka konferensi ini hanya merugikan Indonesia sebagai tuan rumah yang telah mengerahkan segalanya, demi kesuksesan UNFCCC. Meski begitu. Tejo memuji keberhasilan "melunakkan" sikap Australia, yang sempat mengajukan persyaratan pelibatan organisasi perdagangan dunia (WTO) dalam mekanisme perdagangan karbon. Ia berharap, Amerika Serikat sebagai negara emitor terbesar di dunia, dengan 20 ton emisi per orang, akan mempertimbangkan keinginan negara berkembang pada detik-detik terakhir, Jumat (14/12) menjelang penutupan UNFCCC.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007