Nusa Dua (ANTARA News) - Mantan Wakil Presiden AS Al Gore menyindir negaranya dan mendesak AS bertindak segera mengatasi dampak perubahan iklim yang sudah di depan mata. Ketika berbicara di depan peserta Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Nusa Dua, Kamis malam, peraih Nobel Perdamaian itu dengan semangat menyampakan bukti-bukti ilmiah tentang perubahan iklim, sindiran-sindiran terhadap keengganan negaranya yang tidak juga bersedia bertindak. Dia juga mendesak berulang-ulang kali bahwa AS harus bersatu dengan seluruh dunia mengurangi emisi. Gore membeberkan kembali pemaparan ilmiah Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) seperti badai yang menerjang, banjir, kekeringan di mana-mana, penyakit hingga mulai mencairnya kutub akibat perubahan iklim, sementara AS masih saja bersikap tenang. "Mengapa harus mengulur-ulur sampai pertemuan dua tahun berikutnya di Kopenhagen kalau bisa diselesaikan saat ini. Saya tegaskan kalau bisa dua tahun lebih cepat maka tak perlu menunggu lagi dan bertindaklah sekarang,"katanya. Gore menegaskan bahwa pertemuan di Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) ini bukan soal bisnis, tetapi soal bagaimana mencegah datangnya berbagai bencana akibat perubahan iklim, soal bagaimana generasi berikutnya, anak, cucu bisa hidup dengan lebih nyaman dari perbuatan generasi pendahulunya. "Percayalah pada saya dan ubahlah posisi AS, bergeraklah dan buatlah target dan jadwal," katanya dan menambahkan bahwa jika AS tak juga bergerak dan dunia juga turut menunggu maka bencana iklim yang seharusnya bisa dicegah terpaksa harus dihadapi. Dalam kesempatan itu Al Gore juga memuji Australia yang kini telah berubah dan menginginkan AS juga bisa mengubah haluan politiknya menjadi lebih bertanggung jawab. Al Gore menegaskan lagi bahwa manusia di bumi ini adalah satu, dengan satu planet dan harus bersatu dan bekerjasama mencegah terjadinya perubahan iklim. Ia menegaskan, jangan sampai ada yang percaya bahwa solusi masalah ini dapat dicapai tanpa upaya, biaya dan mengubah kebiasaan. "Ini bukan masalah politik, ini bukan urusan bisnis, tapi ini adalah masalah moral," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007