Kupang (ANTARA News) - Penarikan garis batas negara Republik Indonesia (RI) dengan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) yang dilaksanakan tim teknis kedua negara yang menghasilkan 907 titik koordinat, dinilai Kepala BPN NTT, belum sesuai amanat Traktat atau Treaty 1904. Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusa Tenggara Timur (NTT), H Helfi Noezir SH, pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pengelolaan Batas Negara yang diselenggerakan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTT, di Kupang, Kamis, menginatkan, agar penarikan garis batas RI-Timor Leste itu harus sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati kedua negara. Rakor itu berlangsung sejak 11-13 Desember 2007, mengikutkan semua instansi teknis yang memiliki keterkaitan dengan pengembangan kawasan perbatasan NTT-Timor Leste. Noezir menjelaskan, dasar hukum penarikan garis batas RI dan RDTL adalah Treaty 1904 serta Arbitrase (PCA) tahun 1914. Traktat atau Treaty 1904 merupakan perjanjian antara Pemerintah Kolonial Belanda dengan Portugis tentang batas wilayah NTT dan Timor Timur. Acuan hukum itu dipergunakan, mengingat NTT merupakan wilayah bekas jajahan Belanda, dan Timor Timur adalah daerah bekas jajahan Portugis. Dalam proses identifikasi keadaan fisik di lapangan, baik sungai maupun bukit atau gunung digunakan peta rupa bumi dan peta topografi. Garis batas yang diuraikan dalam Treaty 1904 sebagian besar atau sebanyak 70 persen garis batas merupakan `thalweg` (batas alam seperti jurang dan bukit atau gunung), sisanya merupakan `watershed` (batas air). "Karakteristik garis batas dalam Treaty 1904 dengan 70 persen merupakan `thalweg`, membuat tim teknis kedua negara kesulitan mengidentifikasi dan merekonstruksi garis batas sesuai keadaan sebenarnya, sehingga bersepakat untuk menggantikan dengan metode `median line` sungai dan `straight line` (batas mengikuti punggung bukit atau gunung)," ujar dia lagi. Dengan penerapan prinsip itu, tim teknis kedua negara telah menyelesaikan 96 persen penarikan garis batas di sepanjang 26
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007