Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan bahwa data pelaporan penerimaan gratifikasi terkait hari raya dalam dua tahun terakhir menunjukkan penurunan jumlah.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin menyatakan pada momen Lebaran 2017, lembaganya menerima 172 laporan terdiri atas 40 laporan dari kementerian/lembaga, 50 laporan dari pemda, dan 82 laporan dari BUMN.
"Total nilai pelaporan gratifikasi terkait dengan hari raya Idul Fitri tersebut senilai Rp161.660.000. Dengan rincian Rp22.730.000 dari kementerian/lembaga, Rp66.250.000 dari pemda dan Rp72.680.000 dari BUMN," ucap Febri.
Lebih lanjut, ia mengatakan barang-barang pemberian gratifikasi yang dilaporkan tersebut beragam bentuknya mulai dari parsel makanan, barang pecah belah, uang, pakaian, alat ibadah, dan voucher belanja.
"Nilainya juga beragam mulai dari parsel kue senilai Rp50 ribu hingga parsel barang senilai Rp39,5 juta," kata dia,
Sedangkan, kata dia, pada momen Hari Raya Idul Fitri 2018 terjadi penurunan laporan sekitar 11 persen menjadi 153 laporan terdiri atas 54 laporan dari kementerian/lembaga, 40 laporan dari pemda, dan 58 laporan dari BUMN.
"Namun, total nilai barang gratifikasi yang dilaporkan meningkat menjadi Rp199.531.699. Meskipun jumlah pelaporan menurun, nilai barang gratifikasi yang dilaporkan dari pemda meningkat menjadi Rp96.398.700," ungkap Febri.
Di peringkat kedua, kata dia, nilai pelaporan gratifikasi dari kementerian/lembaga sebesar Rp54.142.000, dan dari BUMN senilai Rp48.490.999.
"Barang gratifikasi yang dilaporkan masih berkisar pada parsel makanan, barang pecah belah, uang, pakaian, hingga voucher belanja dengan nilai terendah Rp20 ribu sampai uang senilai Rp15 juta," tuturnya.
Sementara itu hingga 10 Mei 2019, KPK belum menerima pelaporan gratifikasi terkait Hari Raya Idul Fitri 2019.
KPK mengingatkan pejabat negara agar sejak awal menolak pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan tanggung jawabnya, terutama dari pihak-pihak yang memiliki konflik kepentingan dengan tugas yang dilaksanakan.
"KPK mengimbau agar menolak pemberian gratifikasi pada kesempatan pertama. Bila, karena kondisi tertentu pejabat tidak dapat menolak, maka penerimaan gratifikasi tersebut wajib dilaporkan paling lambat 30 hari kerja kepada KPK," ujar Febri.
Menurutnya, pejabat yang melaporkan penerimaan gratifikasi dengan kesadarannya terbebas dari ancaman pidana sebagaimana dijelaskan dalam pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
"Yaitu berupa pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," kata Febri.
Namun, kata dia, jika laporan gratifikasi baru disampaikan setelah ada proses hukum penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, maka KPK dapat tidak menindaklanjuti laporan tersebut dan menyerahkannya pada proses hukum yang berjalan sehingga tindakan yang terbaik adalah menolak gratifikasi sejak awal.
Terkait kebiasaan pemberian parsel dari bawahan ke atasan atau dari pihak vendor ke pejabat atau berdasarkan hubungan pekerjaan lain, kata Febri, hal tersebut dapat dikategorikan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban.
"Akan lebih baik keinginan untuk berbagi saat Ramadhan atau Idul Fitri ini disalurkan pada pihak-pihak yang lebih membutuhkan seperti rumah yatim, panti asuhan, atau tempat-tempat lain yang lebih membutuhkan," kata Febri.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019