Nakhon Ratchasima (ANTARA News) - Tidak sia-sia Menegpora Adhyaksa Dault datang pagi-pagi untuk memberikan dukungan moral kepada para pesilat yang bertanding di gedung olahraga Seongnam, Nakhon Ratchasima, Rabu. Disaksikan juga oleh mantan ketua dan wakil ketua umum KONI Pusat Wismoyo Arismunandar dan Arie Sudewo, cabang pencak silat akhirnya berhasil mengembalikan dominasi dengan merebut lima medali emas dari total 14 nomor yang dipertandingkan. Vietnam, sebagai juara bertahan dan dalam tiga SEA Games terakhir menggeser dominasi Indonesia, secara mengejutkan berada di peringkat ketiga dengan tiga emas, kalah dari tuan rumah Thailand yang mengumpulkan empat emas. "Akhirnya tercapai juga perjuangan untuk mengembalikan dominasi pencak silat di SEA Games yang selama ini lepas ke Vietnam," kata Sekjen PB IPSI (demisioner) Erizal Chaniago yang ikut larut dalam kegembiraan. Suasana gedung olahraga yang berada jauh di luar kota dan merupakan salah satu lokasi pertandingan paling jauh di SEA Games tersebut, seolah berubah seperti suasana di Padepokan Pencak Silat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, karena dukungan penonton sebagian besar diberikan kepada Indonesia, termasuk oleh penduduk setempat. Para atlet yang sudah menyelesaikan seluruh pertandingan, seperti atletik dan tinju, tampak dikerahkan untuk memberikan dukungan kepada rekan-rekan mereka yang bertanding. Diantaranya terdapat manusia tercepat Asia Tenggara, Suryo Agung Wibowo dan petinju Bonyx Saweho. Langkah Indonesia untuk mengembalikan kejayaan sebenarnya sudah dimulai sejak 9 Desember lalu, yaitu ketika Tuti Winarni menjuarai nomor tunggal putri di kelompok seni. Nomor tunggal putri merupakan satu-satunya nomor di kelompok seni yang dipertandingkan karena tuan rumah menghapus tiga nomor lainnya. Pertandingan final Rabu mempertandingkan seluruh 13 nomor tanding, Indonesia meloloskan tujuh finalis dan empat diantaranya tampil sebagai juara. Vietnam memang menjadi fokus perhatian seluruh tim karena dari tujuh nomor final tersebut, lima diantaranya berhadapan dengan negara komunis tersebut. Hasilnya, Indonesia mengungguli Vietnam dengan skor 3-2. Diyan Kristianto yang bertanding di kelas A mengawali suka cita dengan merebut emas pertama di nomor tanding setelah mengalahkan atlet tuan rumah Niphon Jantaro dengan skor tipis 3-2. Namun di kelas B, Andi Supiantoro gagal mengatasi pesilat Vietnam Tran Van Toan dan kalah 2-3. Pesilat asal Manado Pengky Simbar mengembalikan kepercayaan diri tim Indonesia dengan mengalahkan pesilat Malaysia Rina Johana 3-2 di kelas A putri. Namun Vietnam kembali menjadi ganjalan ketika Le Thi Hong Ngoan menang dengan skor cukup meyakinkan, 4-1 atas Puspa Indah Fitriani di kelas E. Kontingen Indonesia mencapai target tiga emas setelah Rony Syaifullah di kelas F, tidak menemui kesulitan untuk menaklukkan Vu The Hoang dengan skor telak 5-0. Target pun akhirnya terlampaui setelah dua pesilat Indonesia memenangi dua kelas terakhir, yaitu kelas D melalui Ni Nyoman Supartini dan Rosmayani di kelas B. Sukses bagi Indonesia pun terasa semakin lengkap karena dua pesilat yang dikalahkan tersebut berasal dari Vietnam yang sepuluh tahun terakhir muncul sebagai kekuatan baru di Asia Tenggara. Ni Nyoman, pesilat asal Bali, yang terlibat pertarungan ketat dengan Nguyen Thi Phuong Thuy sebelum akhirnya menang 3-2, disusul di pertandingan terakhir Rosmayani yang juga menang 3-2 atas pesilat Vietnam lainnya Thi Thu Hong. Dari awal, PB IPSI hanya menargetkan untuk meraih tiga medali emas akibat keputusan tuan rumah Thailand untuk menghapus nomor seni, padahal nomor tersebut selama ini merupakan andalan untuk meraih medali. Di SEA Games 2005 Manila, Vietnam memperpanjang dominasi mereka dengan tampil tampil sebagai juara umum dengan perolehan enam emas, tiga perak dan dua perunggu, disusul Indonesia (5-4-2) dan Malaysia diu rutan ketiga (3-2-5). (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007