Mataram (ANTARA) - Kericuhan yang terjadi di bekas gedung DPRD Lombok Tengah, yang menjadi lokasi rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara KPU Lombok Tengah, Rabu (8/5) malam, dipicu masalah internal partai dan calon legislatif yang merasa dicurangi.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi NTB menyayangkan, aksi demonstrasi ratusan massa yang berujung anarkis tersebut. Sebab, seharusnya jika masyarakat berkeberatan terhadap proses rekapitulasi penghitungan suara yang diselenggarakan secara berjenjang oleh penyelenggara pemilu baik dari tingkat TPS hingga PPK, maka jalur yang sudah sesuai aturan harus dilakukan.
"Jika ada dugaan politik uang oleh para caleg dan penyelenggara pemilu tidak transparan terkait dengan data pemilu, silahkan dilaporkan ke kami (Bawaslu, red). Insya Allah, kita akan langsung proses," kata Komisioner Bawaslu NTB Itratip, Minggu.
Ia menjelaskan, pihaknya memiliki prosedur dalam bekerja terkait menindak lanjuti laporan dan aduan dugaan pelanggaran pemilu. Oleh karena itu, tidak tepat jika masyarakat melakukan aksi unjuk rasa lantas menekan panwas Pemilu merespon aduannya tersebut.
"Kita bekerja itu pakai data dan bukan opini, apalagi ada tekanan massa. Yang pasti, silahkan gunakan saluran yang resmi manakala ada persoalan," tegasnya
Terkait persoalan di Lombok Tengah (Loteng). Itratip menyatakan, jika proses perhitungan di tingkat kecamatan (PPK) di semua wilayah itu berjalan alot dan panjang hingga kini. Tak hanya itu, dalam indeks kerawanan pemilu yang dirilis Bawaslu RI, justru wilayah itu tidak masuk pada daerah kerawanan tertinggi. Sehingga, Bawaslu memahami jika banyaknya keluhan di media sosial terkait penyelenggaraan pemilu di wilayah Loteng selama ini.
"Tapi, kita imbau masyarakat di Loteng gunakan cara-cara yang sesuai aturan. Kalau soal perselisihan hasil suara, maka bisa diajukan ke MK untuk diselesaikan. Kalau soal dugaan permainan uang oleh caleg segera bawa ke kami bukti-buktinya," kata Itratip.
"Sejauh ini, laporan pelanggaran di Loteng sangat minim, kecuali hanya ada rekomendasi pemungutan suara ulang (PSU) oleh Panwascam yang tidak signifikan dikabulkan oleh KPU setempat," sambungnya.
Ketua Bawaslu NTB, Muhammad Khuwailid mengatakan bahwa masalah sebenarnya yang memicu kericuhan di Loteng karena sesama caleg saling mencurigai.
"Masalah ini kan sudah lama terjadi, setiap pemilu pasti dua kecamatan ini yang berkonflik, warga dari Kecamatan Pujut merasa memiliki andil karena penyumbang suara terbanyak, namun caleg yang berhasil justru dari Kecamatan Praya Timur, ini yang memicu rasa saling curiga dan berebut suara," katanya.
Khuwailid menegaskan bahwa kejadian Rabu malam, karena masa dari Praya Timur mendesak KPU buka kotak suara dan meminta rekapitulasi dengan model membuka C1 plano dan dibacakan ulang.
Melihat situasi yang terus memanas itu, Bawaslu Kabupaten merekomendasikan pelaksanaan pleno tingkat kecamatan dilakukan di lokasi yang aman. Namun pihak KPU Loteng mengatakan situasi masih kondusif. Ketika terjadi masalah justru memicu konflik antar caleg yang sama-sama memiliki pendukung.
Ketua KPU NTB, Suhardi Soud menyatakan, apa pun yang terjadi pleno di Loteng harus tetap berjalan sesuai jadwal.
"Bahwa keributan di Lombok Tengah, kami katakan proses rekap harus tetap berjalan, kita harus memberi kepastian terhadap hasil pemilu," ujarnya.
Ia menjelaskan, pemicu keributan di Loteng, hanya karena masalah internal calon legislatif partai politik tertentu.
"Jadi intinya begini, KPU itu harus memberikan kepastian hasil pemilu, soal adanya demo adalah hal biasa, ada yang puas ada yang tidak puas, yang penting adalah kepastian hasil pemilu," kata Suhardi.
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019