Tidak pernah terjadi dalam sejarah sepak bola Eropa, empat klub dari satu liga sama bisa bertemu dalam final dua kompetisi elite benua itu dalam tahun yang sama seperti dilakukan Liverpool, Tottenham, Chelsea dan Arsenal saat ini.

Jakarta (ANTARA) - Siapa pun yang menjadi juara Liga Premier yang ditentukan Minggu malam nanti, entah Liverpool atau Manchester City, tidak akan mempengaruhi pandangan banyak orang sejagat bahwa saat ini Liga Premier adalah liga sepak bola profesional terbaik di dunia.

Tidak ada yang bisa menyaingi kompetisi Liga Inggris. Di liga ini, siapa pun bisa menjadi juara liga. Buktinya tiga tahun lalu, si Liliput Leicester City menjuarai liga yang tak mungkin bisa dilakukan klub gurem La Liga Spanyol, Serie A Italia, Ligue 1 Prancis atau Bundesliga Jerman.

Ketika Inggris punya enam klub yang terus bersaing, saling banting, saling salip, Spanyol hanya punya Barcelona dan Real Madrid serta kadang Atletico Madrid. Prancis, Jerman dan Italia bahkan hanya punya satu; masing-masing PSG, Bayern Muenchen dan Juventus.

Ironisnya dominasi Real, Barca, Juventus, Bayern dan PSG malah telah merusak tingkat persaingan liga domestik mereka, karena kesenjangan yang mereka ciptakan dengan klub-klub di bawahnya telah membuat hanya mereka yang punya kemewahan memanen talenta berbakat dan hanya mereka yang memiliki kemampuan finansial hebat sehingga bisa membeli pemain bagus mana pun.

Jika Real dan Barca telah menjuarai 14 dari 15 trofi La Liga terakhir, Juventus menjadi Scudetto dalam delapan musim berturut-turut, Bayern mendominasi Bundesliga dalam tujuh musim terakhir, dan PSG menjuarai enam dari tujuh musim terakhir Ligue 1, maka di Liga Inggris ceritanya sama sekali lain.

Di sini, lima klub gonta ganti menjadi juara liga dengan Leicester menjadi tim terkecil yang menjuarai liga pada masa di mana liga-liga di Eropa dicengkeram kuat-kuat oleh klub-klub besar berkantong sangat tebal.

Liga ini sangat kompetitif sehingga lebih mengasyikkan untuk ditonton. Puncak keasyikan menonton liga ini adalah ketika sukses mereka di kancah Eropa tahun ini tatkala empat dari lima klub papan atas mereka mencapai final Liga Champions dan Liga Europa dalam tahun yang sama. Ini bukti Liga Inggris tengah di atas angin.

Tidak pernah terjadi dalam sejarah sepak bola Eropa, empat klub dari satu liga sama bisa bertemu dalam final dua kompetisi elite benua itu dalam tahun yang sama seperti dilakukan Liverpool, Tottenham, Chelsea dan Arsenal saat ini. Tidak La Liga, tidak Serie A, tidak pula Bundesliga.

Lebih kompetitif

"Ini membuktikan betapa kompetitifnya Liga Premier," kata Manajer Tottenham Hotspurs Mauricio Pochettino seperti dikutip The Telegraph. "Ketika kita membicarakan liga terbaik di dunia dan liga yang paling kompetitif, maka sudah sangat jelas sekarang (jawabannya) dan semua orang merasakan hal sama dengan yang dirasakan kami."

Manajer Chelsea Maurizio Sarri mengamini Pochettino. "Saat ini Liga Premier adalah yang terbaik di Eropa dan konsekuensinya (menjadi terbaik pula) di dunia," kata Sarri seperti dikutip The Guardian.

Dengan sepuluh kali pertandingan lebih banyak dibandingkan dengan Serie A Italia misalnya, Liga Inggris menjadi lebih memacu adrenalin untuk ditonton dibandingkan dengan liga-liga top Eropa lainnya.

Bukan hanya itu, keatraktifan ini makin tinggi ketika klub-klub Inggris tidak memusatkan keatraktifan sepak bola mereka kepada satu dua pemain bintang seperti Cristiano Ronaldo di Real Madrid dan kini Juventus atau Lionel Messi di Barcelona.

Oleh karena itu, ketika Juventus mati kutu karena Ronaldo dimatikan oleh Ajax Amsterdam meskipun penyerang Portugal itu pula yang menciptakan gol Juve pada leg kedua perempatfinal Liga Champions atau Barcelona tak berkutik karena Messi dilumpuhkan oleh Liverpool, klub-klub Liga Inggris terus merangsek maju saat bintang-bintang mereka justru absen membela timnya dalam momen paling kritis.

Mohamed Salah dan Roberto Firmono absen dalam pertandingan vital melawan Barcelona, begitu pula Harry Kane harus terus menjadi penonton ketika timnya menjalani laga hidup mati melawan Ajax, tetapi baik Liverpool maupun Spurs tetap tangguh dan mematikan tanpa pemain bintang mereka itu.

Situasi sama terjadi pada Chelsea dan Arsenal yang menunjukkan mereka lebih siap juara ketimbang lawan-lawannya pada semifinal Liga Europa lalu.

Kekompetitifan Liga Inggris membuat para sponsor berebut memupuk uang di Inggris dengan jauh lebih agresif dibandingkan dengan di liga-liga lain di Eropa, termasuk La Liga dan Serie A.

Mengutip Goal.com, 17 tim Liga Premier menangguk pendapatan dari hak siar yang lebih besar dari pada yang diberikan badan sepak bola Eropa UEFA untuk tim juara Liga Champions.

Situasi itu membuat jomplang Eropa. Liga-liga lain tak bisa menjual hak siar setinggi Liga Inggris sehingga menggerus kemampuan mereka dalam menggaji pemain dan pelatih. Dan karena gaji yang ditawarkan Liga Inggris tak bisa disaingi klub-klub Eropa selain Real Madrid, Barcelona dan Paris St-Germain, maka para pemain dan pelatih medioker hanya bisa menjadi penonton.

Diincar elite

Liga Inggris diincar semua orang dan elite karena gaji di klub-klub menengah seperti Watford, Everton dan Leicester City saja jauh lebih menarik dibandingkan dengan gaji tim yang lama malang melintang di Eropa seperti AC Milan, Marseille dan Borussia Dortmund.

Kencangnya aliran uang di Liga Inggris membuat liga ini memiliki daya tarik besar untuk para pemain dan pelatih elite untuk berpetualang di sini. Dan datanglah pelatih-pelatih keren dunia seperti Jose Mourinho, Louis van Gaal, Juergen Klopp, Pep Guardiola, Mauricio Pochettino, dan banyak lagi, ke Liga Premier.

Sukses empat klub masuk ke final Liga Champions dan Liga Europa akan makin membuat talenta hebat seantero jagat memalingkan muka ke Inggris, bahkan pemain-pemain top Liga Inggris yang diincar klub lain di Eropa seperti Eden Hazard dan Paul Pogba mungkin akan terpaksa memikirkan ulang niat meninggalkan Britania.

Pada aspek lain, kekompetitifan Liga Inggris ini juga beresonansi kepada prestasi tim nasional Inggris di level dunia.

Satu tahun lalu Inggris menjadi semifinalis Piala Dunia. Sebelum itu, dua tahun silam, timnas U-17 dan U-20 mereka menjadi kampiun di dunia. Tak hanya trofi sejagat yang mereka rengkuh, stok talenta muda pun menjadi berlimpah sehingga Inggris siap mencapai level lebih baik pada Euro 2020 atau Piala Dunia 2022.

Selain para senior seperti Harry Kane, Jordan Henderson, Delle Alli, Raheem Sterling dan banyak lagi, Inggris juga dilimpahi talenta muda nan brilian seperti Jadon Sancho, Callum Hudson-Odoi dan Phil Foden pada Timnas U-17, dan trio Ainsley Maitland-Niles, Dominic Calvert-Lewin dan Lewis Cook pada U-20.

Tak heran jika Inggris saat ini diliputi oleh optimisme bakal berada di level puncak untuk menjadi juara Eropa, dan kemudian juara dunia lagi. Badan sepak bola Inggris, FA, bahkan sudah tegas menyatakan 2022 Inggris harus juara Piala Dunia.

Tanda-tanda menuju ke sana agaknya sudah terlihat, paling tidak pada apa yang tengah terjadi di Liga Premier saat ini.

Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2019