Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) akan membentuk Biro Informasi Kredit (BIK) berstandar internasional sebagai peningkatan layanan sistem yang memberikan informasi bagi perbankan maupun lembaga non bank. "Hingga saat ini, sudah bisa dikatakan sudah memenuhi standar internasional, namun, perlu ada penambahan layanan sehingga bisa benar-benar memenuhi sistem informasi dengan standar internasional," kata Direktur Perizinan dan Informasi Perbankan BI, Yang Ahmad Rizal di Jakarta, Rabu. Dalam acara sosialisasi dan seminar bertajuk meningkatkan peranan lembaga pembiayaan kepersertaan BIK untuk mendorong pertumbuhan sektor riil, ia mengatakan, saat ini BIK BI sudah memiliki Sistem Informasi Debitor (SID). Sistem ini akan menambah layanan dan produk lain seperti sejarah debitor (debitor historis) maupun "credit scooring" yang akan diterapkan pada 2008. "Adanya informasi ini akan menguntungkan penyedia dana dan lebih efisien. Selain itu rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) dapat ditekan," tambahnya. Layanan tambahan yang akan dimasukkan berupa data tagihan dari Telkom, Perusahaan Listrik Negara maupun Peusahaan Air Minum (PAM). "Sehingga pihak pemberi kredit tahu calon debiturnya bersih dari tanggungan atau tidak. Jadi mereka tahu Ahmad ini pernah nunggak di mana saja," jelas Yang Ahmad memberi contoh. Ia menambahkan, seluruh perbankan sudah melaksanakan wajib lapor para debitornya, sedangkan untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) hanya yang menyalurkan kredit di atas Rp10 miliar dan perusahaan pembiayaan baru tiga yang sudah berpartisipasi dalam data SID hingga November 2007. "Untuk perusahaan pembiayaan relatif baru. Namun, sudah ada 14 perusahaan lain yang menyatakan minatnya untuk menggunakan sistem ini," ungkapnya. Menanggapi masih minimnya keikutsertaan perusahaan pembiayaan ini, ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia, mengatakan pihaknya tidak bisa memaksa dan menganjurkan untuk berpartisipasi masuk ke SID. Dengan ikut berpartispasi ke SID ini, lanjut Wiwie, tingkat NPL dapat ditekan, sehingga nantinya bisa menurunkan tingkat suku bunga kredit. Namun, pihaknya berharap SID sudah disempurnakan, hingga masalah identitas debitur yang sudah satu. "Permasalahannya di Indonesia ini banyak orang memiliki beberapa KTP. Kami juga mengharapkan sistem ini dapat terus dikembangkan karena di negara maju pengecekan kredit debitor itu bisa dilakukan dalam hitungan menit dan bisa diakses dari showroom," tambahnya. StandarisasiKepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam LK Fredy R Saragih mengatakan, masuknya perusahaan pembiayaan ke SID ini ada kendala pada standirisasi kolektibiltas dalam penentuan NPL. Untuk itu, lanjut Fredy, Bapepam-LK, BI dan APPI akan duduk bersama untuk membicarakan ukuran standar kolektibilitas dalam menetapkan NPL. Menurut dia, dalam laporan keuangan bank dan perusahaan pembiayaan berbeda, sehingga perlu adanya standarisasi, dan diharapkan 2008 sudah bisa mencapai kesapakatan mengenai ini. Pada November 2007 jumlah debitor yang tercatat dalam SID telah mencapai 33 juta debitor, dimana bank umum sekitar 31,8 juta, BPR 1,7 juta dan perusahaan pembiayaan 108 ribu. Sedangkan jumlah permintaan informasi SID mencapai 2,47 juta dengan rincian bank umum 2,4 juta, BPR 50,4 ribu dan perusahaan pembiayaan sekitar 3.500 debitor.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007