Nusa Dua (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan seluruh delegasi agar dapat mencapai suatu konsensus dan terobosan guna mewujudkan Bali Roadmap, suatu peta jalan menuju kerangka pengaturan baru pasca periode pertama Protokol Kyoto, 2012. Hal tersebut dikemukakan oleh Presiden Yudhoyono dalam pidato pembukaannya di pertemuan tingkat menteri Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), Nusa Dua, Bali, Rabu siang. "Kita memikul proyek terbesar dalam sejarah umat manusia," katanya. Presiden mengharapkan agar seluruh dunia berupaya menghindari skenario terburuk dimana membiarkan UNFCCC berakhir tanpa konsensus dan terobosan, menganggap segala sesuatunya hanya bagian dari bisnis belaka. "Mari lakukan hal yang tepat, biarkan Bali menandai upaya kita mengubah sejarah, mari tentukan arah strategi kita di masa depan melalui Bali Roadmap," katanya. Kepala Negara menegaskan, saat ini adalah waktu yang tepat bagi kepemimpinan dan keputusan. Kepala Negara juga menegaskan bahwa seluruh negara di dunia harus turut menjadi bagian dari kerjasama global untuk perubahan iklim, bukan bagian dari masalah. Oleh karena itu, lanjut dia, negara maju berdasarkan sejarahnya harus melakukan upaya lebih untuk mengatasi pemanasan global. "Mereka harus melanjutkan kepemimpinan dalam perubahan iklim," katanya. Negara maju, katanya, harus menurunkan emisi, dan menjalin kerja sama lebih kuat dengan negara berkembang. "Mereka harus secara intensif membagi energi bersih dengan negara berkembang dan bantuan dana untuk proses mitigasi dan adaptasi di negara berkembang," ujarnya. Presiden Yudhoyono meminta negara-negara maju untuk secara pro-aktif menetapkan suatu komitmen ambisius dan target tanpa saling menunggu pihak yang lain untuk maju. Negara berkembang, lanjut Presiden, juga harus melakukan perannya untuk melakukan pembangunan berkelanjutan jangka panjang yang ramah lingkungan. Indonesia, ujar Kepala Negara, telah membuktikan perannya dengan melestarikan hutan bersama dengan Malaysia dan Brunei, melalui program "Jantung Borneo", program penanaman 79 juta pohon, dan kebijakan penurunan konsumsi bahan bakar minyak dari 52 persen saat ini hingga 20 persen pada 2025. (*)

Copyright © ANTARA 2007