Jakarta (ANTARA News) - Untuk mengejar berbagai ketertinggalan bangsa, konteks persaingan yang semula selalu fokus pada antarnegara, harus digeser ke tingkat lokal menjadi persaingan antarkabupaten atau kota. Saat membuka seminar dan ekspo bertema "Menerobos Peluang Investasi dan Bisnis di Daerah Tahun 2008" di Jakarta, Rabu, Wapres Jusuf Kalla mengatakan bahwa berbagai investasi, baik swasta maupun asing, sudah saatnya mengalir ke daerah. Namun, katanya, sebenarnya semua wilayah yang ada di Indonesia itu pada dasarnya adalah daerah-daerah. Menurut Wapres, untuk secepatnya mencapai kemajuan bangsa harus diciptakan persaingan yang positif antar daerah, baik antar provinsi maupun antar kabupaten/kota. Lebih lanjut Wapres menegaskan bahwa berbagai bentuk persaingan dimana pun tempatnya, apakah global maupun lokal, menuntut kemampuan dan pengetahuan yang memadai dari aktor-aktor yang terlibat di dalamnya untuk memenangi persaingan tersebut. Pada bagian lain, Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar itu mengatakan, kemampuan ekonomi suatu daerah dan juga bangsa sangat ditentukan oleh besaran investasi yang ditanamkan. Investasi itu berasal dari tiga sumber, yakni pemerintah yang kekuatannya diukur melalui APBN, swasta serta asing. "Pemerintah bertugas menyediakan infrastruktur dan memenuhi hal-hal pokok yang jadi kebutuhan bangsa, seperti listrik, telekomunikasi, pendidikan dan lain sebagainya," katanya. Soal kendala, Wapres menjelaskan ada beberapa kelemahan yang sering menjadi hambatan berinvestasi, yakni bunga perbankan di Indonesia yang masih tinggi serta perangkat infrastruktur yang seringkali tidak seimbang dengan kemajuan yang telah dicapai. "Biaya bunga perbankan kita masih tinggi dibandingkan dengan negara lain, tapi juga sudah lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," katanya, seraya menambahkan upaya pemerintah untuk itu adalah terus menurunkan bunga SBI sehingga investasi di sektor kecil dan menengah bisa berjalan lebih cepat lagi. Mengenai infrastruktur yang tidak sebanding, Wapres mencontohkan kebutuhan listrik yang tinggi seringkali tidak diikuti dengan suplai listrik yang memadai. (*)
Copyright © ANTARA 2007