Semarang (ANTARA News) - Jajaran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) seharusnya tidak perlu kebakaran jenggot atas hasil survei "Transparency International Indonesia" (TII) yang menempatkan Polri di urutan teratas lembaga terkorup di Indonesia.
"Hasil survei yang juga dilakukan di 60 negara lain ini merupakan salah satu masukan bagi Polri untuk memperbaiki citra Polri. Polri tidak perlu reaktif, dibaca dahulu laporannya," kata Sekretaris Jenderal TII, Rizal Malik, di Semarang, Selasa.
Meskipun saat ini belum ada pernyataan resmi dari Kapolri tentang hasil survei yang dilakukan TII, kata Rizal, beberapa pernyataan pejabat Polri di media massa telah mengarah ke ancaman.
Ia memberikan contoh adanya kabar keinginan jajaran Polri untuk meminta daftar 1.010 responden yang disurvei TII. Sebagai lembaga survei, maka TII akan melindungi narasumbernya. "Jika tetap meminta identitas responden, kami anggap sebagai ikut campur dan menghalangi kebebasan berbicara. Ini harus dilawan," katanya.
Menyinggung kemungkinan adanya somasi atau pemanggilan oleh Polri terkait hasil survei tersebut, Rizal mengatakan, dirinya siap mendatangi Mabes Polri sepanjang ada surat pemanggilan resmi.
"TII menyatakan siap menghadapi apa pun reaksi dari Polri karena merasa tidak melakukan pelanggaran etika penelitian dan organisasi. Seandainya kita dipanggil karena dianggap mencemarkan nama baik, maka kita akan hadapi. Jika ada panggilan kita pasti datang," katanya.
Menurut Rizal, apa yang dibeberkan TII tidak jauh berbeda dengan survei-survei serupa yang dilakukan lembaga lain. Berbagai survei menunjukkan bahwa masyarakat tidak percaya dengan lembaga penegakan hukum.
Dalam survei ini, katanya, TII juga membandingkan antara data Indonesia dengan data global dari 60 negara. Salah satu yang ditanyakan pada responden adalah apakah pernah membayar suap kepada lembaga pelayanan publik.
"Berdasarkan data global, satu dari 10 orang mengaku membayar suap. Sedangkan di Indonesia tiga dari 10 orang membayar suap untuk pelayanan publik. Yang penting bagi masyarakat, Polri perlu mengubah hal-hal kecil, seperti penarikan uang pelicin saat mengurus SIM, STNK, dan tilang. Selama polisi lalu lintas masih menarik uang pelicin, citra ini akan membentuk opini masyarakat," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007