Mataram (ANTARA) - Vonis banding terdakwa korupsi kasus fee proyek rehabilitasi pascagempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, Muhir, bertambah menjadi empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair dua bulan kurungan.
Bertambahnya vonis hukuman terhadap terdakwa Muhir ini sesuai dengan isi putusan banding Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tinggi Mataram, Nomor 1/PID. TPK/2019/PT. MTR, tanggal 2 Mei 2019.
Kepala Kejaksaan Negeri Mataram I Ketut Sumadana yang dikonfirmasi wartawan di Mataram, Sabtu, membenarkan bahwa vonis hukuman Muhir bertambah menjadi empat tahun penjara.
Hal itu dapat dipastikannya dengan salinan akta pemberitahuan putusan banding yang diterima penuntut umum dari Pengadilan Negeri Mataram.
"Jadi apakah masih ada peluang untuk upaya hukum lanjutan atau tidak, itu semua kita akan lihat setelah putusan lengkapnya diterima," kata Sumadana.
Keluarnya putusan banding yang lebih berat ini berawal dari ketidakpuasan penuntut umum terkait vonis Pengadilan Tipikor Negeri Mataram yang menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhir selama dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair dua bulan kurungan.
Vonis hukuman yang disampaikan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Negeri Mataram Isnurul Syamsul Arif, menyatakan mantan Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram yang merupakan politisi Golkar tersebut terbukti bersalah melanggar Pasal 11 UU RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Majelis hakim menyatakan terdakwa Muhir terbukti bersalah melanggar isi dakwaan ketiganya karena menerima hadiah berupa uang dari Sudenom, saksi yang terlibat dalam kasus ini ketika masih menjabat Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram.
Uang yang diterima terdakwa Muhir dari saksi Sudenom sejumlah Rp31 juta. Dalam rinciannya disebutkan bahwa uang tersebut diterima terdakwa Muhir ketika bertemu dengan saksi Sudenom di Rumah Makan Nada Taliwang sebesar Rp1 juta dan Rp30 juta di Rumah Makan Ncim Cakranegara.
Karena itu, bandingnya diajukan dengan dasar ketidakpuasan jaksa terhadap materi pembuktian pasal putusan yang berbeda dengan tuntutan jaksa. Begitu juga dengan masa hukuman yang diberikan kepada mantan Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram tersebut dinilai jauh dari rasa keadilan.
Sebelumnya dalam tuntutan di Pengadilan Tipikor Negeri Mataram, jaksa menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan pidana delapan tahun penjara dan denda Rp250 juta subsidair enam bulan kurungan.
Dasar tuntutan itu sesuai dengan unsur pidana yang tertera dalam dakwaan pertama, yakni pembuktian terhadap Pasal 12 Huruf e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019