Malang (ANTARA News) - Ketua Pusat Studi Bencana ITS, Amin Widodo menyatakan, sebagian Pemerintah Daerah (Pemda) di Indonesia masih merasa tabu membicarakan soal bencana, padahal hal itu harus dilakukan sebagai langkah antisipasi.
"Karena Pemda beranggapan upaya penanganan sebelum terjadi bencana masih dianggap sebagai upaya yang mengada-ada, bahkan tabu membicarakannya," katanya dalam Seminar Nasional Bencana di Unmuh Malang, Jatim, Selasa.
Bahkan, menurutnya, lembaga penelitian di perguruan tinggi juga jarang melakukan riset-riset bencana, karena tidak ada yang membiayai riset tersebut.
Selain dianggap masih tabu, katanya, sebagian besar masyarakat dan pemerintah Indonesia beranggapan bahwa bencana sebagai suatu musibah dan merka yang terkena bencana berhak mendapat perlakuan istimewa.
"Mereka sangat berharap mendapat bantuan dari berbagai pihak, namun baik rakyat maupun pemerintah seringkali melupakan peristiwa bencana yang pernah terjadi dan tidak belajar dari kejadian tersebut untuk mengantisipasi di masa depan," katanya.
Padahal, kata Amin, kemajuan teknologi sangat memungkinkan masyarakat dan pemerintah Indonesia untuk merekam sebagai salah satu alat pembelajaran sekaligus sebagai upaya "menakut-nakuti" untuk memunculkan kewaspadaan dan antisipasi bencana lebih dini.
Menurut dia, kekacauan dalam menangani berbagai bencana di tanah air selama ini juga memunculkan tanda tanya besar dan kondisi tersebut juga menunjukkan bahwa bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang suka mencatat, membaca dan mempelajari untuk antisipasi masa depan.
Ia mengakui, bencana yang terjadi beruntun di Indonesia justru menarik para pemimpin dunia untuk berlomba-lomba memberikan sumbangan di antaranya alat peringatan dini tsunami dari Jerman, Jepang dan Cina, padahal kalau dikaji lebih dalam nilai bantuan berupa peralatan itu tidak sebanding dengan biaya perawatan dan pembelian suku cadang.
"Seharusnya kita sadar, kalau wilayah negara kita ini sangat rawan bencana baik tsunami, gempa bumi dan gunung meletus apalagi sudah berkali-kali dilanda bencana alam, tetapi tidak mau belajar dari pengalaman dan kejadian bencana itu untuk lebih waspada dengan berbagai cara," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007