Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli, Selasa, memenuhi panggilan Kejaksaan Agung, namun tidak jadi diperiksa karena pejabat pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus tidak ada di tempat sehubungan sedang mengikuti rapat kerja Kejaksaan Agung di Puncak, Kabupaten Bogor. Rizal Ramli hanya sekitar lima menit di Gudung Bundar Kejaksaan Agung. "Tim pemeriksanya nggak ada," katanya ketika ditanya wartawan kenapa tidak jadi diperiksa. Setibanya di Gedung Bundar, mantan Menko Perekonomian di era Presiden Abdurachman Wahid atau Gus Dur itu langsung menuju ruang pemeriksaan. Namun tidak lama kemudian bergegas meninggalkan Kejaksaan Agung. Ia akan kembali untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan penyelewengan dana BLBI, Selasa depan. Menurut dia, dari tiga tahapan BLBI, banyak masalah yang menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Dikatakannya, ketiga tahap yang bermasalah itu mulai dari tahap pemberian BLBI, tahap penyelesaian berupa penyerahan aset ke BPPN dan tahap penjualan aset. Ia mencontohkan kasus BCA, awalnya pemerintah Indonesia mendapat tekanan dari IMF untuk menjual BCA. Namun tekanan tersebut tidak dilaksanakan oleh pemerintahan saat itu. Berganti pemerintahan, IMF meminta agar BCA dijual, dan terjual senilai Rp5 triliun. Padahal saat itu BCA mempunyai tagihan pada pemerintah sebesar Rp60 triliun. "Ini merupakan perampokan luar biasa karena sekarang harga BCA mencapai Rp91 triliun," katanya. Menurut dia, banyak pejabat yang harus disalahkan pada kasus ini, bukan kepada presiden, tetapi menteri teknis yang harus bertanggung jawab, seperti mantan Menteri Keuangan Boediono. Rizal Ramli rencananya diperiksa sebagai saksi berkaitan dengan kasus Salim Group yang kewajiban penyerahan aset yang nilainya jauh dari kewajibannya. Kewajiban Salim Group pada pemerintah seharusnya senilai Rp52,6 triliun, namun nilai aset yang diserahkan kepada BPPN (pemerintah) hanya senilai Rp19 triliun. (*)
Copyright © ANTARA 2007