Penandatanganan MoU ini juga disaksikan langsung oleh Menteri KLHK, Siti Nurbaya Bakar, di Auditorium Dr. Soejarwo Manggala Wanabakti, Jakarta, Jumat.
Menurut Nurdin, pemanfaatan hasil hutan di Kepri cukup besar, tak perlu merusak alam yang ada. Namun, bagaimana menumbuhkan hasil lain dari hutan selain kayu agar bermanfaat besar untuk kebutuhan juga kesejahteraan.
"Contohnya usaha madu, di Kepri pun bisa dan intinya tidak merusak,” ujar Nurdin.
Nurdin yang dalam kesempatan itu juga menjadi Narasumber pada acara Pengembangan Multi Usaha Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan berbasis Masyarakat Menuju Revolusi Industri 4.0, mengatakan, Provinsi Kepri yang terdiri dari tujuh kabupaten/kota memiliki potensi yang sangat luar biasa.
Potensi ini, kata dia, begitu beragam dan dapat dimanfaatkan untuk semua lini. Terlebih jika berbicara tentang hasil hutan bukan kayu terutama sektor pariwisata.
Tentang potensi hasil hutan buka kayu, Nurdin pun tak segan mengajak para pengusaha di Jakarta atau daerah lainnya untuk datang dan melihat langsung ke Kepri.
“Silakan teman-teman pengusaha datang ke Kepri, apalagi pulau cukup banyak, potensi besar ini dapat menjadi ladang investasi," imbuhnya.
Nurdin lebih lanjut mengatakan Kepri dengan statusnya sebagai daerah Kepulauan dengan 96 persen wilayah lautan tentu memiliki keunggulan di bidang kelautan dan perikanan serta dunia pariwisata. Namun, dengan sisa 4 persen luas daratannya juga ditemui potensi besar lainnya.
“Asas pemanfaatan lingkungan juga turut menjadi fokus kita, agar potensi pariwisata ini dapat terus tumbuh dan begerak sehingga terciptanya peningkatan ekonomi di daerah,” sebut Nurdin.
Dalam mengembangkan potensi pariwisata lingkungan tersebut, Nurdin juga membahas terkait perizinan, dirinya meminta khusus kepada pemerintah pusat dengan kementeriannya untuk mempermudah perizinan terkait pemanfaatan hutan.
Keinginan Nurdin itu direspon langsung oleh Menteri KLHK, Siti Nurbaya Bakar, yang mengatakan bahwa intinya adalah perpanjangan dari perizinan itu boleh mengelola namun tidak boleh merusak.
“Kecuali kawasan konservasi dan cagar alam (fungsi hutan paling tinggi) yang tidak bolah diusik keberadaannya, terkait pengembangan untuk kawasan wisata wilayah yang dibangun hanya 10 persen dengan format yang tentunya ramah lingkungan,” kata Siti.
Baca juga: Pemerintah diminta menyusun kebijakan terkait wisata petualangan
Baca juga: Sumatera Selatan fokus kembangkan wisata alam
Pewarta: Ogen
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019