Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha Anthony Salim, Senin sekitar pukul 15.55 WIB tiba di Gedung Bundar Kejaksaan Agung untuk menjalani pemeriksaan kedua terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dengan didampingi pengacara Wardha Thori, Anthony datang untuk menyerahkan dokumen-dokumen terkait penyerahan aset grup Salim yang nilainya jauh dari kewajiban sebesar Rp52,6 triliun. Nilai aset yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) hanya Rp29 triliun. Pemeriksaan kedua ini sebagai lanjutan pemeriksaan pertama yang dilakukan pada Kamis lalu (6/12). Saat itu, Anthony Salim diperiksa hampir 12 jam (sejak pukul 19.30 WIB sampai 08.00 wib) oleh tim penyidik pada Bagian Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang menyelidiki dugaan penyimpangan penyerahan aset obligor atau pemegang saham pengendali (PSP) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam dua kasus pengucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dua kasus tersebut adalah penyerahan aset obligor atau PSP atas kucuran BLBI pada 1997 dan 1998. Pada 1998 terjadi kucuran BLBI sebesar Rp35 triliun. Dalam rangka pelaksanaan Master Settlement for Acquisition Agreement (MSAA) pada September 1998 Jumlah Kewajiban Pemegang Saham (JKPS) atas kucuran tersebut meningkat menjadi Rp52,7 triliun. Namun perhitungan itu tidak dilakukan oleh auditor independen. Kemudian BPPN menindaklanjuti perhitungan itu dengan bantuan auditor independen dengan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu Rp52,6 triliun. Namun pada 2006 perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan aset yang diserahkan kepada negara hanya Rp19 triliun, lebih sedikit dari nilai awal kucuran BLBI dan JKPS. Kemudian kasus yang kedua terjadi setelah terjadi kucuran BLBI sebesar Rp37 triliun pada 1997. Berdasar audit BPK, dana BLBI membengkak menjadi Rp49,189 triliun, dengan JKPS sebesar Rp28,408 triliun setelah dikurangi aset bank penerima BLBI sebesar Rp18,850 triliun. Penyerahan aset senilai Rp28,408 triliun itu rencananya akan dibayar tunai Rp1 triliun dan penyerahan aset senilai Rp27,495 triliun. Namun, setelah dilakukan perhitungan oleh auditor dari Pricewaterhouse Cooper pada 2000, nilai aset hanya Rp1,441 triliun. Nilai aset itu mengalami kenaikan menjadi Rp1,819 triliun setelah dijual dan masih terdapat sisa aset sebesar Rp640 miliar. Dengan begitu uang yang diterima BPPN hanya Rp3,459 triliun yang terdiri atas pembayaran tunai (Rp1 triliun), penjualan aset (Rp1,819 triliun), dan sisa aset (Rp640 miliar). (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007