Jakarta (ANTARA News) - PT Jasa Marga Tbk minta pemerintah menyegerakan kebijakan penetapan harga tanah yang dikenal dengan istilah land capping untuk memberikan kepastian investasi jalan tol di dalam negeri. "Memang saat ini ada dua usulan alternatif capping. Tetapi bagi kami yang penting agar kebijakan tersebut dapat segera keluar," kata Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk, Frans S. Sunito, kepada wartawan setelah menyampaikan presentasi dalam diskusi mengenai infrastruktur. Menurut Frans, bagi investor yang paling penting biaya untuk pembebasan tanah jalan tol dapat dihitung. "Entah besarannya 110 persen dari harga tanah atau dua sampai tiga persen dari nilai investasi. Yang penting saat tender investor tahu berapa yang harus dialokasikan untuk pembebasan tanah," ujarnya. Kondisi sekarang dikhawatirkan investor. Akibat tidak ada patokan yang jelas membuat harga tanah naik berkali-kali lipat dari rencana awal saat dilaksanakan tender investasi, kata Frans. Frans berharap harga tanah seharusnya sesuai dengan angka yang tertuang dalam rencana bisnis (business plan). Investor di dalamnya tentunya sudah mencadangkan resiko kalau harga mengalami kenaikan. Namun untuk Indonesia sampai berapa besar cadangan risiko tidak diketahui persis. "Jadi saat diperkirakan saat tender harga tanah Rp100 miliar, namun kenyataan di lapangan ternyata harganya bisa naik sampai dengan Rp300 miliar," ujarnya. Frans mengatakan pembebasan tanah seharusnya menjadi domain pemerintah, investor dalam hal ini hanya membantu untuk membayarkan ganti rugi tanah. "Hanya saja sampai berapa besar ganti rugi yang harus ditanggung investor harus ada batasnya," kata Frans. Termasuk dalam hal ini alokasi dana talangan pembebasan tanah melalui Badan Layanan Umum (BLU) sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah untuk pencairannya. PT Jasa Marga sendiri mengharapkan tahun 2008 pembebasan tanah ruas-ruas yang ditanganinya dapat dituntaskan yakni Bogor Tol Ring Road, Semarang - Solo, serta Gempol - Pasuruan. Terkait dengan tol Semarang - Solo, Frans mengatakan masih dalam proses penyelesaian penentuan apraisal dari Badan Pertanahan Nasional. Sebelumnya penilaian harga tanah melalui tim apraisal terkendala soal lisensi. Keberadaan tim apraisal ini, menurut Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, untuk mengetahui harga tanah di lapangan. "Selama ini besaran harga tanah tersebut dipakai sebagai acuan Pantia Pembebasan Tanah (P2T) untuk melaksanakan penawaran kepada pemilik tanah," ujarnya. Sehingga di lapangan terkadang harga yang ditetapkan tim apraisal bisa lebih rendah atau tinggi. "Tetapi yang jelas kami pakai sebagai acuan saja," kata Hermanto.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007