Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengkaji soal dugaan adanya persaingan tidak sehat dalam industri farmasi yang mengakibatkan harga obat generik bermerek melambung di pasaran. Hal itu dikemukakan Ketua KPPU Mohammad Iqbal kepada wartawan usai kegiatan dengar pendapat dengan kalangan industri farmasi di Jakarta, Senin. "Isu obat mahal sudah muncul di masyarakat sejak beberapa tahun terakhir dan KPPU mencoba melakukan kajian, apa betul mahalnya harga obat itu karena ada perilaku tidak sehat dari industri farmasi," katanya. Iqbal mengatakan, ada perbedaan harga cukup jauh antara obat generik nonmerek dengan obat generik yang bermerek. Bahkan, disparitas harganya bisa puluhan hingga ratusan kali lipat. Kondisi itu membuat masyarakat dirugikan, karena harus membayar obat yang semestinya murah dengan harga mahal, seperti halnya obat-obatan paten. "Padahal secara kualitas, obat generik itu sudah standar. Tapi kenapa ketika obat generik itu diberi merek, kok harganya bisa jauh lebih mahal. Ini yang sekarang sedang kami kaji," ujar Iqbal. Menurut Iqbal, melambungnya harga obat generik itu tidak perlu terjadi, seandainya Departemen Kesehatan selaku lembaga kontrol dan pembuat kebijakan, bisa bertindak lebih tegas. "Kami berharap hasil kajian soal obat generik bisa segera selesai dan tahu apa sebenarnya yang menyebabkan obat itu begitu mahal di pasaran," tambahnya. Apabila dari hasil kajian itu benar-benar ditemukan unsur persaingan tidak sehat dari pelaku usaha, KPPU akan melakukan klarifikasi sebelum melangkah ke jalur hukum. "Kalau penyebabnya karena kebijakan pemerintah yang kurang pas, kami akan memberikan saran dan rekomendasi untuk melakukan perbaikan dengan mengeluarkan kebijakan baru yang lebih kondusif," ujar Iqbal. Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, Anthony Sunaryo yang dikonfirmasi pada kesempatan sama mengatakan, pemerintah harus mendorong daya saing industri farmasi agar berkembang lebih baik dan sehat. "Saya pikir kalau kebijakan pemerintah kondusif dan mendukung berkembangnya industri farmasi, kondisi seperti ini tidak perlu terjadi," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007