Padang (ANTARA News) - Pakar hukum Universitas Andalas (Unand), Dr Teguh Sulistio menilai, praktik mafia peradilan mempersulit pemberantasan korupsi sehingga cita-cita menciptakan keadilan bagi semua orang semakin jauh. "Praktik mafia peradilan melalui modus suap terus mewarnai upaya penegakan hukum terkait budaya dan sistem yang berlaku selama ini, yang menganggap tindakan ini menjadi wajar," katanya di Padang, Minggu. Pasca-Reformasi, katanya, sistem peradilan di Indonesia makin sarat dengan praktik kotor, karena vonis dapat dipesan dan diperjualbelikan. Akibatnya, para pencari keadilan "gigit jari" karena hak-hak mereka yang sudah diperjuangkan tidak bisa diperoleh dengan baik. Karena itu, menurut dia, laporan dan temuan adanya mafia peradilan makin dibutuhkan. "Masyarakat harus berani melaporkan temuan mafia peradilan, yang kini makin marak. Oknum aparat hukum makin berani dan cenderung mengabaikan etika profesinya," katanya. Ia mengatakan, masyarakat tidak perlu takut melaporkan adanya temuan itu, sebab mereka dilindungi UU Perlindungan Saksi Nomor 13/2006. Dengan diterbitkannya UU ini, ke depan masyarakat diharapkan makin berani melaporkan temuan praktik mafia peradilan itu, karena itu keberadaan lembaga yang kompeten perlu dibentuk. Flowery Yulidas, S.H. dari Pengadilan Negeri Painan, Kabupaten Pesisir Selatan minta masyarakat tidak mengitervensi aparat penegak hukum dengan menjanjikan sesuatu, dengan maksud kasus-kasus yang dilaporkan agar lebih diperhatikan. "Manusia berasal dari disiplin ilmu apa saja, tentu tidak luput dari kelemahan situasi dan kondisi mereka. Kalau tidak kuat iman dan keyakinan beragama, mereka akan mudah menerima tawaran tersebut," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007