"Saya harapkan pemerintah daerah memanfaatkan dengan betul, dengan baik, investasi atau transfer pusat yang tiap tahun bertambah baik. Ini baru transfer, belum lagi jaminan-jaminan sosial yang semakin tinggi diberikan kepada masyarakat," katanya saat memberikan pengarahan pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Tahun 2019 di sebuah hotel di Jakarta, Kamis.
JK mengatakan terjadinya ketimpangan cukup besar terkait anggaran belanja pemerintah pusat pada 30 tahun lalu dibandingkan saat ini. Pada tahun 1990-an, pemerintah pusat mengalokasikan anggaran untuk pembangunan hingga 50 persen dari APBN.
"Pada tahun 1980-1990-an, anggaran pembangunan itu kurang lebih 50 persen dari APBN, itu pada zaman Orde Baru. Sekarang, hanya 18 persen dari APBN kita yang dipakai untuk belanja modal. Jadi terjadi suatu ketimpangan secara besar-besaran," katanya.
Dengan peningkatan anggaran yang dalam satu dasawarsa terakhir mengalami peningkatan, JK mengatakan pemerintah daerah seharusnya dapat memanfaatkan dana transfer dari pusat untuk pembangunan, baik itu fisik maupun kualitas masyarakat daerah.
Setiap 10 tahun, anggaran Pemerintah selalu naik lebih dari 100 persen, kata JK. Pada 2010, APBN mencapai Rp1.000 triliun dan pada 2020 nanti diprediksi lebih dari Rp2.500 triliun.
"Jadi naik 1,5 kali lipat dibanding 10 tahun lalu. Artinya adalah harus ada suatu simetris dari hal tersebut, adanya penambahan anggaran tapi juga pembangunan," ujarnya.
Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan bersama-sama antara pemerintah pusat dan daerah adalah dengan menjaga agar anggaran belanja rutin, khususnya belanja pegawai dan belanja barang, untuk tidak mengalami kenaikan, sehingga pemerintah akan memiliki anggaran pembangunan yang lebih baik.
"Hanyalah anggaran belanja modal yang dapat memberikan 'multiplier effect' ke daerah: membikin jalan, membikin pengairan, meningkatkan ekonomi daerah, dan sebagainya, itu belanja modal. Tapi jangan yang naik itu belanja barang, seperti membeli AC, membikin kantor yang baik, dan sebagainya," ujarnya. (*)
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019