Tulungagung (ANTARA News) - Seorang bayi berusia 3,5 tahun, Rd, warga Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jatim terinveksi HIV setelah mendapatkan transfusi darah dari PMI setempat, sehingga sudah dua kasus HIV/AIDS di daerah itu yang menimpa anak-anak. Ibu korban, Minggu menuturkan, awal mula virus yang menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh anak semata wayangnya itu terdeteksi ketika menjalani pemeriksaan di RSU dr Soetomo Surabaya pada September 2007. "Saat itu anak saya menderita demam yang tidak sembuh-sembuh, kemudian setelah dites darahnya ternyata positif HIV," kata ibu rumah tangga berusia 28 tahun itu. Lalu pihak RSU dr Soetomo memeriksa darah kedua orangtua Rd dan hasilnya ternyata negatif. "Kemudian kami ditanya apakah pernah transfusi darah. Kami jawab pernah," kata perempuan itu didampingi suaminya yang berusia 37 tahun. Ia kemudian teringat, bahwa Rd pernah mendapatkan transfusi darah dari PMI Tulungagung saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Islam (RSI) Orpeha Tulungagung pada Juni 2004. "Saat itu anak saya masih berusia sekitar satu tahun dan dirawat di RSI karena terkena demam berdarah," katanya lebih lanjut. Menurut dia, pihak RSU dr Soetomo memberitahukan kepadanya bahwa virus HIV yang bersarang di tubuh Rd diduga kuat akibat transfusi darah pada Juni 2004. Sampai saat ini, bayi laki-laki dari keluarga sederhana itu masih menjalani perawatan di RSUD dr Soetomo. "Tiga bulan lalu berat badannya 10 kilogram, sekarang sudah naik satu kilogram," katanya sambil meminta agar identitasnya tidak disebutkan demi masa depan sang anak dan keluarga.Kepala Unit Perawatan Intermediet Penyakit Infeksi (UPIPI) RSU Dr Soetomo, Dr dr Nasronudin SpPD KPTI, menyatakan apa yang terjadi pada Rd setelah transfusi darah di PMI Tulungagung baru sebatas dugaan. Sedang mengenai tes sampel darah pada kedua orang tua Rd, dia mengakui hasilnya negatif. "Tapi negatifnya itu ada dua kemungkinan. Bisa jadi antibodinya belum terbentuk atau sudah terbentuk tapi belum cukup kuat untuk terbentuk. Sehingga bisa saja hal ini tidak terdeteksi oleh alat di laboratorium kami," katanya menjelaskan. Oleh sebab itu, menurut dia, RSU dr Soetomo masih akan melakukan tes sampel darah lagi pada kedua orang tua Rd yan bertempat tinggal di Ngunut itu. Sementara itu, PMI Cabang Tulungagung membantah jika penyakit yang diderita oleh Rd akibat transfusi darah. "Sangat tidak mungkin kalau disebabkan transfusi darah dari sini. Semua darah di sini sudah dites secara teliti," kata Kepala Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Cabang Tulungagung, dr Anang Imam Massa Arief. Anang Imam menjelaskan, setiap darah dari para pendonor yang masuk ke UTD PMI Tulungagung telah diuji melalui metode rapid test untuk mendeteksi adanya kemungkinan darah tersebut milik penderita HIV/AIDS, Hepatitis B, sipilis, dan Hepatitis C. "Tidak perlu sampai positif terkena gejala tersebut, kalau tanda-tandanya sudah meragukan, darah dari pendonor bisa langsung kami buang," katanya menambahkan. Anang mengakui, pengujian darah melalui metode rapid test tidak seakurat menggunakan metode Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) yang memiliki tingkat sensivitas tinggi. Menurut dia, metode ELISA ini biayanya mahal. Kalau pihaknya menggunakan metode ini, tentu biaya penggantian darah di PMI juga akan berpengaruh. "Dalam kasus balita asal Ngunut itu, bisa jadi berawal dari orang tuanya. Ini mungkin yang perlu diselidiki lebih lanjut, apalagi sampai sekarang kami belum menerima pemberitahuannya dari RSU dr Soetomo," katanya. Sedang pihak RSI Orpeha Tulungagung membenarkan, bahwa Rd pernah menjalani perawatan di rumah sakit tersebut dan mendapatkan transfusi darah dari PMI setempat pada Juni 2004. "Hanya saja berdasar catatan medis kami, balita itu menderita bronchitis yang ditangani oleh dr Sujito, bukan demam berdarah. Soal transfusi darah, bisa jadi memang trombositnya turun," kata Kasi Keperawatan RSI Orpeha Tulungagung, Widi Astuti. Sementara itu Juru Bicara Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Tulungagung, Desi Lusiana Wardhani, menyatakan keprihatinannya dengan musibah yang dialami Rd. "Kalau memang benar seperti itu, bisa jadi ini kasus pertama HIV/AIDS di Tulungagung yang disebabkan oleh transfusi darah," kata Koordinator Klinik Uji HIV/AIDS Sukarela (VCT) Kabupaten Tulungagung itu. Desi menyebutkan, selama periode 1997-2005, HIV/AIDS di Tulungagung mencapai 41 kasus dengan delapan orang meninggal dunia. Kemudian pada 2006-2007 meningkat lagi menjadi 74 kasus dengan korban meninggal dunia 19 orang. "Kalau di daerah-daerah lain, kasus HIV/AIDS didominasi oleh pengguna narkoba dengan menggunakan media suntik, namun di Tulungagung didominasi oleh hubungan seksual karena daerah ini merupakan kantung TKI," katanya. Sebelumnya seorang bocah berinisial Bg asal Ngunut juga terinveksi HIV yang terdeteksi saat menjalani perawatan di RSUD dr Iskak, Tulungagung pada 2005 lalu. Kedua orang tua bocah itu meninggal dunia juga karena menderita HIV/AIDS. Kini Bg yang telah berusia tujuh tahun itu hidup bersama seorang neneknya di Desa Pulosari, Ngunut. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007
masih suka liburan ke cimahi?