Jakarta (ANTARA News) - Rupiah pada pekan depan masih berada di bawah level Rp9.300 per dolar AS dengan kecenderungan menguat, apabila rencana bank sentral AS (The Fed) kembali menurunkan suku bunganya dapat direalisasi. "Karena itu pelaku pasar masih tetap menunggu keputusan The Fede menurunkan suku bunganya, di tengah kondisi ekonomi AS yang kurang menggembirakan," kata analis valas Bank Saudara, Rully Nova, di Jakarta, akhir pekan ini. Ia mengatakan peluang rupiah untuk menguat kembali cukup besar karena berbagai faktor yang menghambat saat ini tidak begitu bergejolak, seperti harga minyak mentah dunia yang saat ini berkisar di level 90 dolar AS per barel (sempat di level 89 dolar AS per barel). Selain itu, harga dolar AS yang cenderung melemah terhadap mata uang utama, euro dan yen, juga memberikan dukungan positif terhadap pergerakan mata uang Indonesia, katanya. Menurut Rully, apabila The Fed merealisasikan penurunan suku bunganya sebesar 25 basis poin atau lebih, rupiah diperkirakan akan dapat mendekati level Rp9.200 per dolar AS. Rupiah pada posisi Rp9.200 akan memberikan keuntungan yang lebih besar terhadap impor pemerintah terutama kepada minyak mentah, karena biaya beli minyak itu agak lebih murah, ucapnya. The Fed sebelumnya menurunkan suku bunga Fed sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen yang mendorong rupiah hampir mencapai level Rp9.000 per dolar AS. "Apabila The Fed menurunkan suku bunganya sebesar 50 basis poin, rupiah diperkirakan akan dapat meliwati angka Rp9.200 per dolar AS," katanya. Namun, lanjut dia, penurunan suku bunga The Fed itu, karena AS dalam kondisi yang kurang baik, akibat pertumbuhan ekonomi mereka yang tidak bagus. Kalau ekonominya berjalan baik, kemungkinan The Fed tidak akan menurunkan suku bunganya. Amerika, menurut dia, yang merupakan pasar ekspor utama bagi negara-negara Asia diharapkan pertumbuhan ekonomi membaik lebih cepat, namun kasus Subprime Mortgage dan pengetatan pengaturan kredit yang terjadi di AS mengakibatkan pertumbuhan ekonominya menjadi makin melambat. Pertumbuhan ekonomi pada Desember 2007 diperkirakan hanya tumbuh sekitar 1,8 persen melemah dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 2,5 persen. "Kami optimis AS terus berusaha memicu ekonominya tumbuh lebih baik, namun untuk mengarah kesana AS masih memerlukan waktu jadi tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan," katanya. Mengenai penurunan BI Rate, Rully Nova mengatakan, tujuan BI menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin untuk mengurangi beban bunga kepada investor yang menempatkan dananya. Namun yang terpenting adanya ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan itu, akibat membaiknya laju inflasi Nopember 2007, ucapnya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007