Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dan politik Ichsanuddin Nooersy, di Jakarta, Sabtu, mengungkapkan, pemerintah harus benar-benar mempergunakan beragam strategi politik ekonomi yang ampuh demi mengamankan harga BBM, salah satunya dengan menaikkan penerimaan pajak. "Yang pasti, menaikkan harga minyak akan menjadi tindakan tidak populer dan meningkatkan kemiskinan serta pengangguran. Karena itu beredar pertanyaan di ranah publik saat ini, mungkinkah pemerintah tidak menaikkan harga minyak (BBM)? Lalu bagaimana strateginya," katanya kepada ANTARA News. Sementara itu, dalam kesempatan berbeda, Ichsanuddin Nooersy menyatakan, jika pemerintah mengeluarkan strategi berupa program pengalihan pengunaan premium oktan 88 (saat ini Rp4.500,00 per liter) ke oktan 90 yang harganya lebih tinggi, hal ini bisa dianggap pembohongan kepada rakyat. "Sebab, program tersebut sama saja dengan langkah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya bensin," ujarnya. Karena itu, Ichsanuddin Nooersy menawarkan salah satu strategi yang patut dipertimbangkan, yakni dengan cara meningkatkan penerimaan pajak. Artinya, target `tax ratio` yang sekarang 13,5 persen harus dicapai 16 persen. "Selain itu, meminimkan kebocoran biaya pemulihan (cost recovery) gas yang merupakan cara cerdas," ungkapnya. Ichsanuddin Nooersy punya data, pencurian melalui "cost recovery" sangat besar, terutama karena kelemahan pihak Indonesia dalam perjanjian itu. "Cara lain yang bisa ditempuh (dalam mengamankan harga BBM), ialah, sekuritisasikan kontrak penjualan minyak dan gas bumi (migas)," ujarnya. Cara pemerintah mengonversi hak bagi hasil daerah dengan SUN, menurut Ichsanuddin Nooersy, benar-benar salah. "Sebab, hal ini membuat daerah makin tidak berdaya mengatasi kemiskinan dan pengangguran," ungkapnya. Ichsanuddin Nooersy juga mengusulkan, realokasi belanja harus dilakukan sehingga kebocoran tidak terjadi. "Juga mengenai pembayaran cicilan dan bunga yang bisa dijadwal ulang, lakukan itu segera. Yang jelas, jika pemerintah mau serius memikirkan nasib rakyat, pasti ada banyak cara bisa dilakukan sebagai solusi," tandasnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007