Mataram (ANTARA) - Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Brigjen Pol Nana Sudjana memantau pengamanan rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2019 di Kabupaten Lombok Tengah, Kamis.

Kapolda NTB memantau pengamanan pleno rekapitulasi suara tersebut menyusul kericuhan yang terjadi pada Rabu (8/5) malam, di lokasi eks Gedung DPRD Lombok Tengah.

Akibat kericuhan dari massa pendukung yang diduga dari salah satu calon anggota legislatif tersebut, empat personel kepolisian yang mencoba menghalau dan meredam aksi, mengalami luka-luka.

Brigjen Pol Nana Sudjana dalam keterangan persnya mengatakan, ketika melihat ada permasalahan atau ketidakpuasan dari pelaksanaan pemilu, simpatisan diimbau untuk tidak melakukan aksi berlebihan atau yang dapat meresahkan warga.

"Bila memang merasa diperlakukan tidak adil, ada mekanisme penanganannya. Kita harus hormati hukum yang ada, tidak perlu dengan kekerasan," kata Brigjen Pol Nana Sudjana.

Karena itu, bila ada pelanggaran atau kecurangan dalam proses pelaksanaannya, diminta segera dilaporkan.

"Kita akan cek kebenaran isunya, dan bila terbukti benar ada oknum-oknum yang terlibat sesuai dengan fakta hukum, berbuat pelanggaran atau pidana, pasti akan ada tindakan tegas sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku," ujarnya.

Kapolda NTB mengingatkan lagi Undang-Undang Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum.

Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak mendapatkan perlindungan hukum termasuk di dalamnya jaminan keamanan dengan tujuan untuk mewujudkan iklim yang kondusif serta menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.

"Kita akan menjamin itu," ucapnya.

Kemudian, dalam Pasal 6, ada kewajiban dan tanggung jawab dari warga negara yang melakukan unjuk rasa untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain, aturan moral, taat kepada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

"Ini juga harus ditaati oleh siapapun yang akan melakukan unjuk rasa atau demonstrasi," kata Kapolda NTB.

Selanjutnya, pada Pasal 7, dijelaskan bahwa aparatur pemerintah termasuk Polri wajib dan bertanggung jawab untuk melindungi HAM, menghargai prinsip praduga tak bersalah dan menyelenggarakan pengamanan.

"Jadi di sini kami berupaya menciptakan situasi dan kondisi untuk menjadi aman, tertib dan damai termasuk mencegah timbulnya gangguan atau tekanan secara fisik dan psikis dari manapun juga," ujarnya.

Dalam Pasal 10 disebutkan penyampaian pendapat di muka umum wajib dibeitahukan secara tertulis kepada Polri paling lambat tiga hari sebelum kegiatan dimulai. Maksudnya, agar seluruh kegiatan berjalan sesuai aturan, aman dan semua pihak terakomodasi hak dan tanggung jawabnya.

Terkait dengan menyebarluaskan informasi yang belum jelas keabsahannya hingga dapat atau pun sengaja ingin menimbulkan keonaran di tengah masyarakat, juga dapat dikenakan pidana hukuman. Hal itu telah diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"Dengan maksud berbuat onar saja, itu sudah merupakan tindak pidana. Siapa saja itu, apakah tokoh atau politisi atau siapapun juga, Polda NTB bersama TNI akan melakukan tindakan secara tegas dan terukur serta penegakan hukum," kata Brigjen Pol Nana Sudjana.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019