Kendari (ANTARA News) - Kenaikan harga minyak non-subsidi yang ditetapkan oleh pemerintah melalui PT Pertamina berdampak negatif bagi kalangan pengusaha di Indonesia karena tidak mampu bersaing. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi di Kendari, Sabtu, mengatakan jika ongkos kerja produksi dinaikkan maka harga jual juga naik sebagai upaya mengimbangi pengeluaran dan pembayaran gaji pekerja. Dampaknya, sebagian masyarakat tidak dapat menjangkaunya dan pihak perusahaan mengalami kerugian, sementara pengusaha Indonesia dituntut untuk mampu berkompetisi di tingkat dunia. Pemerintah perlu mendengarkan aspirasi pengusaha Indonesia dengan melibatkannya dalam pengambilan keputusan dan tidak seenaknya menetapkan harga minyak, karena kemampuan pengusaha terbatas. Pengusaha Indonesia tidak akan mampu bersaing di tingkat internasional karena pengusaha luar negeri belum menaikkan harga jual produksi sehubungan dengan belum naiknya harga jual minyak bagi kalangan pengusaha, katanya. Adanya kenaikan harga minyak non-subsidi secara sepihak, menunjukkan sikap monopoli PT Pertamina dan tindakan tersebut dianggap merugikan pengusaha Indonesia. Yang ditakutkan, kata Sofjan, PT Pertamina ingin untung sendiri tanpa memperhitungkan kemampuan perusahaan termasuk dampak efisiensi minyak yang harus ditanggung pihak pengusaha. Sebaiknya, sebelum harga minyak dinaikkan pemerintah mengajak pihak pengusaha atau swasta dan melibatkannya dalam proses pengambilan kebijakan, sehingga dampak negatif tidak sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha. "Apindo dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) tidak pernah dilibatkan, sehingga kenaikan harga minyak memberatkan pengusaha," ujarnya. Tingginya harga jual yang ditawarkan sementara daya beli masyarakat terbatas dapat menjatuhkan pihak perusahaan sebab biaya produksi tidak sebanding dengan pendapatan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007