Makassar (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menilai sejumlah aparat kepolisian telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bentrokan antara aparat dengan warga Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel). Menurut LBH Makassar, Jumat, dalam peristiwa bentrok yang menewaskan seorang anggota polisi dan melukai beberapa lainnya, ketika bertugas mengamankan eksekusi sengketa tanah di Kampung Belong, Desa Rumbia, Kabupaten Jeneponto, Kamis (6/12), terindikasi adanya tindakan petugas polisi yang melampaui batas. Direktur LBH Makassar, Abdul Muthalib, menyatakan bahwa dalam peristiwa bentrokan yang mengakibatkan seorang polisi, Briptu Dasri, meninggal dunia itu, terdapat indikasi pelanggaran. Pihaknya menemukan bukti, beberapa anggota kepolisian yang melakukan pengamanan saat itu, bertindak kasar dan memukul warga yang berusaha melakukan perlawanan dengan menolak eksekusi sengketa tanah. "Padahal tidak sepatutnya aparat kepolisian melakukan hal itu kepada masyarakat sipil, karena tugas mereka sifatnya hanya pengamanan bukan terlibat dalam aksi bentrokan dengan warga," kata Muthalib, seraya minta Polda Sulsel dapat memproses anggotanya yang terlibat dalam kasus itu, baik secara pidana maupun indisipliner. "Dari dulu, polisi tidak mau berubah dan peristiwa itu terus berulang. Polisi masih tetap saja melakukan kekerasan terhadap warga saat melakukan pengamanan," ujar dia. Kabid Operasional LBH Makassar, Abdul Azis menambahkan, reformasi di tubuh polisi masih sebatas jargon atau ucapan (lips service) saja, dengan kultur polisi yang identik dengan militerisme belum dapat dihilangkan. Menurut Azis, bentrokan antara warga dengan polisi, pasti ada pemicunya. Sebelum peristiwa itu terjadi, sehingga berakibat Briptu Dasri ditikam warga, sejumlah aparat baik dari kepolisian dan TNI AD yang saat itu sedang melakukan pengamanan, dilaporkan warga telah bertindak kasar bahkan memukuli warga di sana. Karena itu, lanjut Azis, tidak mengherankan bila warga juga berusaha mempertahankan harga diri mereka yang telah diperlakukan secara kasar itu. "Ini `kan sudah mengarah pada pelanggaran HAM, sehingga mau tidak mau pelakunya harus diproses," ujar dia lagi. Adanya pernyataan bahwa polisi membela diri dari serangan warga, sehingga terpaksa melakukan penembakan, merupakan pernyataan yang keliru. "Pasalnya yang dihadapi adalah masyarakat sipil, bukan teroris arau separatis," kata Azis, seraya menegaskan bahwa LBH Makassar mengutuk keras penyerangan dan penembakan warga di Kabupaten Jeneponto itu. Dia menyatakan, penggunaan senjata api oleh polisi dinilai kurang beralasan, sesuai ketentuan prinsip-prinsip dasar tentang penggunaan kekerasan, maupun senjata api yang dapat dibenarkan dilakukan oleh aparat penegak hukum yang diatur pula dalam kode etik bagi aparatur penegak hukum. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007