Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menginginkan akses infrastruktur publik bagi penyandang disabilitas dapat diperluas dan diterapkan dengan baik dan benar di berbagai lokasi.
Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Kementerian PUPR Didiet Arief dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, menyatakan, ingin mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi.
Saat ini Kementerian PUPR dengan pemrakarsa Direktorat Jenderal Cipta Karya tengah menyusun RPP tentang Aksesibilitas terhadap Permukiman, Pelayanan Publik, dan Pelindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
"Saat ini, telah terbit persetujuan izin prakarsa penyusunan RPP dari Presiden RI dan selanjutnya perlu dilakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga yang bidang tugasnya terkait dengan substansi RPP ini," kata Didiet.
Lebih lanjut, Didiet telah melakukan beberapa tahap pembahasan di lingkup eksternal maupun internal Kementerian PUPR untuk mendapatkan masukan sekaligus menajamkan muatan RPP ini.
Staf Ahli Menteri PUPR bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat Sudirman menyampaikan perlu dilakukan koordinasi secara intensif dengan pihak terkait dan strategi yang efektif dalam penyusunan RPP ini agar dapat selesai tepat waktu.
Sebagaimana diwartakan, aksesibilitas berbagai fasilitas umum atau fasum bagi para penyandang disabilitas termasuk tuna netra, termasuk di Ibu Kota DKI Jakarta dinilai masih belum merata.
"Sedang sama-sama kita monitor, ada sebagian yang sudah akses ada yang belum, mungkin 60 persennya belum," ujar Pengurus Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITMI) Jakarta, Yogi Masyudi, Jumat (15/3).
Ia mencontohkan guiding block atau ubin pemandu bagi tuna netra belum seluruhnya ada di jalanan ibu kota. Padahal ubin berwarna kuning tersebut menjadi jalur pemandu tuna netra menuju ke berbagai tempat tujuan.
Pemandangan itu terlihat seperti di depan Pasar Senen hingga Jalan Gunung Sahari (Jakarta Pusat) yang belum terpasang guiding block. Para penyandang tuna netra akan kesulitan ketika berjalan, ditambah dengan banyaknya tiang besi serta pot tanaman di tengah trotoar.
Kondisi berbeda dapat ditemui di Pasar Jatinegara. Meski telah dipasangi guiding block, barang milik para pedagang kaki lima (PKL) hampir menutupi akses jalur tersebut.
"Aksesibilitas itu terganggu kepentingan masyarakat yang lain. Misalnya mereka sudah bangun trotoar, sudah bangun guiding block tapi masalahnya ada pedagang kaki lima. Itu jadi hambatan juga," kata dia.
Hambatan lain bagi penyandang disabilitas, yakni Jembatan Penyeberangan Orang (JPO). JPO di berbagai titik di Jakarta terutama yang terintegrasi dengan Transjakarta seperti di Juanda dan Jatinegara belum ramah disabilitas.
Dari sisi kemiringan ramp atau fitur pengganti tangga cenderung curam serta berukuran kecil. Bahkan tidak bisa diakses bagi pengguna kursi roda saat akan menyeberang.
"Aksesibilitas di penyeberangan itu sampai sekarang belum akses. Kalau memang ada JPO itu kan kita mengharapkan jembatannya itu akses untuk tuna netra mungkin ada pegangan tanda atau peringatan," kata Yogi.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019