Koreksi yang kami kemukakan adalah hasil riset saintifik menggunakan alat Sky Quality Meter (SQM), pengukur kecerlangan benda langit serta kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR) untuk memverifikasi

Jakarta (ANTARA) - Islamic Science Research Network (ISRN) mengoreksi waktu Isya di Indonesia yang terlambat rata-rata 18-19 menit dari yang seharusnya, padahal waktu Isya adalah saat dimulainya shalat tarawih di bulan Ramadhan.

"Koreksi yang kami kemukakan adalah hasil riset saintifik menggunakan alat Sky Quality Meter (SQM), pengukur kecerlangan benda langit serta kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR) untuk memverifikasi," kata Ketua ISRN Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), Prof Tono Saksono dalam wawancara di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, pakar astronomi ini juga telah mengoreksi masuknya waktu Subuh di Indonesia yang selama ini terlalu cepat sepanjang rata-rata 26 menit, padahal waktu Subuh adalah waktu dimulainya berpuasa Ramadhan.

"Kami sudah punya sekitar 220 hari pengamatan untuk Subuh dan 160 hari pengamatan waktu Isya dari 20-an dan belasan lokasi pengamatan sejak 2,5 tahun lalu," katanya.

Lokasi-lokasi tersebut tersebar yakni Medan Sumut (2 lokasi), Padang dan Batusangkar, Sumbar, Jakarta (3), Cirebon Jabar, Yogyakarta (2), Balikpapan Kaltim, Bitung Sulut, Labuanbajo NTT, dan Manokwari Papua Barat.

"Karena itu, kajian soal ini di Indonesia sudah kami anggap final sebab angkanya sudah stabil, baik pakai data 28 hari, 40, 70, 100, hingga 220 hari, hasilnya sudah stabil. Begitu juga waktu isya," kata Ketua Himpunan Ilmuwan Muhammadiyah (HIM) itu.

Hasilnya, ujar dia, memang secara meyakinkan menyimpulkan bahwa subuh di Indonesia seharusnya terjadi saat matahari ada pada sun depression angle (dip - matahari di bawah ufuk) -13,3 derajat, sedangkan isya seharusnya telah masuk saat matahari ada pada dip -13,3 derajat.

"Selama ini masih menggunakan pedoman besaran -20 derajat dan -18 derajat, metode yang dipakai di Mesir pada masa lalu yang dibawa ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, namun belum dikoreksi karena tidak adanya peralatan yang memadai," katanya.

Jadwal shalat atau jadwal Imsakiyah Ramadhan 2019 yang dikeluarkan Kementerian Agama, menurut dia, juga masih belum dikoreksi dan tetap menggunakan metode masa lalu, di mana peralatan secanggih saat ini belum tersedia dan masih mengandalkan pengamatan dengan mata telanjang.

Contoh perbedaan waktu misalnya jadwal imsakiyah Ramadhan di Jakarta untuk Rabu (8/5/2019), Kemenag menyebut Subuh dimulai pukul 4.35 WIB dan Isya 19.00 WIB, sementara ISRN Uhamka menetapkan Subuh pada pukul 5.00.59 WIB dan Isya 18.37.19 WIB.

Namun demikian berbeda dengan waktu Subuh dan Isya yang terkait erat dengan saat-saat kritis "sun depression angle", untuk waktu Dzuhur Ashar dan Maghrib, menurut Tono Saksono, tidak perlu dikoreksi lagi.

Pihaknya telah membawa soal ini ke Kementerian Agama dan sudah dipertimbangkan namun belum ada kelanjutan berupa ketetapan.


Baca juga: Muhammadiyah: Penetapan waktu Shalat Subuh perlu dikoreksi

Baca juga: Penentuan Ulang Waktu Subuh Perlu Libatkan Ormas Islam

Baca juga: Fenomena munculnya fajar penanda subuh

Pewarta: Dewanti Lestari
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019