Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengundang para pebisnis Timur Tengah (Timteng) untuk menanamkan modalnya di Indonesia dalam kerangka kerjasama ekonomi yang lebih luas. "Selama ini, persepsi tentang hubungan dagang Indonesia-Timur Tengah hanya sebatas komoditi tesktil, TKI dan minyak," katanya, usai penandatangan nota kesepahaman antara Qatar Invesment Authority (QIA) dan Departemen Keuangan (Depkeu) RI Jakarta, Kamis. Ia mengatakan, hubungan dagang antara Indonesia dan Timteng sudah berjalan lama dan terjalin cukup baik. Hanya saja, tambah Wapres, hubungan dagang masih sangat terbatas pada komoditi tertentu. "Ada persepsi, bicara Timur Tengah identik dengan minyak, dan kalau bicara Indonesia identik dengan tekstil dan TKI," katanya. Padahal, masih banyak potensi ekonomi yang bisa digali oleh kedua pihak untuk meningkatkan hubungan dagang kedua negara, tidak saja terbatas pada minyak, tekstil dan TKI, kata Jusuf Kalla. Untuk itu, tambah Wapres, kedua pihak perlu membangun rasa saling percaya untuk bersama-sama membentuk kerangka kerja sama ekonomi yang lebih luas. Ia mengatakan, iklim investasi di Indonesia kini semakin membaik dengan berbagai potensi yang beragam. "Mari kita sama-sama melihat berbagai potensi yang ada di masing-masing pihak untuk dapat dikerjasamakan di masa-masa mendatang," ujar Wapres. Jusuf Kalla menambahkan, "dengan iklim investasi yang makin baik dan terbuka di Indonesia, maka kami persilakan pebisnis Timur Tengah untuk berinvestasi di Indonesia." QIA dan Depkeu RI sepakat untuk melakukan kerja sama dalam bentuk "joint venture" dengan komposisi saham 85 persen milik Qatar dan Indonesia 15 persen untuk beberapa proyek infrastruktur, pembiayaan, pertambangan dan lain-lain. Terkait itu, QIA menyalurkan dana sekitar satu miliar dolar AS sebagai modal awal bagi pelaksanaan kerja sama itu. Penandatangan nota kesepahaman itu disaksikan Wapres Jusuf Kalla, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menkomminfo M Nuh, Menbudpar Jero Wacik, Ketua MPR Hidayat Nurwahid dan Dubes Qatar untuk Indonesia, Syekh Yusuf Khalifah Al-Hadad.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007