Nusa Dua (ANTARA News) - Industri baja di Indonesia, seperti PT Krakatau Steel, Cilegon, Banten, berpeluang meraih pendapatan besar dari perdagangan karbon melalui pengembangan proyek pembangunan bersih(CDM/clean development mechanism). "Kami segera menandatangani perjanjian pembelian penurunan emisi guna memanfaatkan dana proyek skema pembangunan bersih dengan PT Krakatau Steel," kata Direktur EcoSecurities Indonesia Agus Sari di Nusa Dua, Bali, Rabu. Didampingi Tara F Khaira, manajer senior EcoSecurities, disebutkan bahwa sektor besi dan baja secara umum dikenal sebagai pengguna energi yang sangat banyak, sekaligus penghasil emisi karbon yang tinggi. Untuk memproduksi satu ton crude steel dibutuhkan energi yang sebanding dengan konsumsi mobil untuk perjalanan sejauh 5.100 kilometer atau setara dengan energi yang terdapat dalam tiga barel minyak mentah. "Diperkirakan lima sampai 10 persen emisi gas rumah kaca global dihasilkan dari industri besi dan baja. Tiap ton produksi `baja mentah` (crude steel) menghasilkan 1,7 ton CO2," kata Agus Sari. Emisi pada industri besi dan baja, termasuk pada PT Krakatau Steel, dihasilkan dari gas selama proses produksi, konsumsi BBM dalam proses blast furnance atau pengecoran, konsumsi produk-produk fosil atau charcoal sebagai agen reduksi, dan produksi coke serta charcoal. Menurut Tara F Khaira, pihaknya akan menyiapkan konsep penurunan emisi Krakatau Steel, untuk kemudian nantinya diajukan ke PBB guna mendapatkan sertifikat yang layak mendapatkan proyek dalam mekanisme CDM. EcoSecurities telah melakukan perjanjian pembelian penurunan emisi dengan 36 perusahaan di Indonesia serta lebih 400 perusahaan di dunia, dan telah dikenal sebagai perusahaan terkemuka dalam bisnis pencarian, pengembangan dan perdagangan kredit karbon. Berbagai perusahaan telah dan sedang ditangani dalam mekanisme perdagangan karbon, baik tambang batu bara, energi panas bumi, industri gula, energi hidroelektrik, dan sektor industri semen.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007