Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyatakan tidak akan memaksa konsumen yang selama ini menggunakan premium oktan 88 agar beralih ke premium oktan 90. Dirjen Migas Departemen ESDM Luluk Sumiarso di Jakarta, Rabu, mengatakan pemerintah hanya akan membatasi pom bensin di wilayah tertentu menjual premium oktan 88 yang kini disubsidi. "Nantinya, pom bensin yang berada di jalan protokol, perumahan elit, dan jalan tol tidak lagi menjual premium oktan 88, tapi hanya menjual premium oktan 90," katanya. Sedang pom bensin lain, lanjut Luluk, tetap menjual premium oktan 88 atau menjual oktan 88 dan oktan 90. Dengan demikian, ada tiga jenis pom bensin, yakni hanya menjual premium 90, hanya menjual oktan 88, dan menjual keduanya. Ia juga mengatakan, prinsip program pembatasan premium oktan 88 adalah keadilan. Artinya, masyarakat yang tergolong mampu diarahkan membeli premium oktan 90 yang lebih mahal, sedang tidak mampu boleh membeli oktan 88. "Wajar saja kalau orang mampu bayar lebih mahal. Tapi, tidak ada larangan juga kalau orang kaya membeli premium oktan 88," katanya. Dengan tidak ada pemaksaan terhadap konsumen premium tersebut, pemerintah berharap tidak menimbulkan gejolak sosial saat program dilaksanakan. Luluk juga mengatakan, premium oktan 90 masih akan mendapat subsidi, namun dengan jumlah kecil dan tetap. Dengan mekanisme subsidi tetap tersebut maka harga premium oktan 90 akan berubah mengikuti harga pasar. Kalau harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) mencapai 82 dolar AS per barel, maka harga premium oktan 90 berkisar Rp6.750 per liter. Menurut dia, pemerintah akan menentukan formula subsidinya, sedang penentuan harga bisa dilakukan pemerintah atau PT Pertamina (Persero). Ia mengatakan perusahaan yang dibebani tugas menyediakan premium oktan 88 sekaligus menyediakan premium oktan 90. "Siapa pun nanti yang ditugaskan menyediakan premium oktan 88, akan dititipi program ini," katanya. Luluk juga menambahkan, perusahaan seperti Shell atau Petronas bisa saja menjual premium oktan 90, namun tidak akan mendapat subsidi. Perhitungan pemerintah dengan ICP 100 dolar AS per barel dan volume premium oktan 88 yang dialihkan mencapai dua juta kiloliter, maka terdapat penghematan subsidi Rp5,7 triliun. Namun, kalau harga ICP 60 dolar AS per barel maka penghematan subsidinya hanya Rp71 miliar.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007