Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota Komisi I DPR meminta calon tunggal Panglima TNI, Jenderal TNI Djoko Santoso, untuk segera menuntaskan kasus dugaan penyelundupan 35 unit mobil jenis "pick up" yang diadakan Mabes TN Angkatan Darat (AD), karena tidak sesuai dengan dokumen impor. "Karena ini merupakan masalah serius, maka perlu ada klarifikasi yang lebih jelas dari calon Panglima TNI agar masalah ini dapat segera diselesaikan," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Permadi, dalam uji kepatutan dan kelayakan calon Panglima TNI di Jakarta, Rabu. Permadi mengatakan, kasus dugaan penyelundupan mobil itu sudah menjadi catatan negatif tersendiri bagi calon Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso sehingga perlu segera dituntaskan. Ia menambahkan, TNI AD seharusnya tidak perlu mengadakan mobil bak terbuka dari mancanegara untuk dimodifikasi sebagai ambulans militer. "Mengapa harus mengadakan dari luar, industri dalam negeri kini sudah banyak yang mampu membuat mobil ambulans. Jika perlu, mobil-mobil itu dikembalikan ke negara asalnya hingga tidak berlarut-larut," kata Permadi. Sementara itu, Anggota Komisi I dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Tosari Wijaya, juga meminta calon Panglima TNI memberikan klarifikasi yang sebenar-benarnya dan sejelas-jelasnya tentang dugaan penyelundupan mobil bak terbuka yang konon akan dikaroseri sebagai ambulans militer. "Kami tidak ingin saat calon panglima TNI ditetapkan sebagai Panglima TNI ada informasi lain yang justru mendiskreditkan yang bersangkutan," ujarnya. Tosari bahkan menantang Djoko Santoso untuk mundur dari jabatannya, jika terbukti yang disampaikan sebagai klarifikasi merupakan kebohongan publik. Sementara itu, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mutammimul Ula, mengatakan bahwa jika kasus dugaan penyelundupan itu terbukti, maka yang bersangkutan harus mundur. Dia meminta, agar setiap bentuk Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang ada di TNI AD khususnya, dan TNI umumnya, harus dapat segera dihilangkan. "Bagaimana pun juga ini menyangkut masalah moral," ucapnya. Anggota komisi I lainnya Hajriyanto Tohari mempertanyakan, kebenaran perintah Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto, melalui Kepala Staf Umum TNI Letjen Erwin Sudjono, kepada Asisten Logistik KSAD Mayjen Kardiyono untuk re-ekspor semua mobil yang diadakan tersebut. "Klarifikasi dan penegasan calon panglima TNI bagi kami sudah cukup. Hanya, kami mempertanyakan apakah benar perintah (panglima TNI) itu ada dan bagaimana tindak lanjutnya," kata dia. Pada kesempatan yang sama anggota Komisi I Dedi Djamaluddin Rahmat dari Fraksi PAN mengatakan, perlu ada kesaksian dari pihak lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan instansi berwenang lain tentang pengadaan 35 unit mobil pick-up itu. "Penjelasan yang pernah disampaikan Jenderal Djoko Santoso sudah sangat jelas, namun masih memerlukan testimoni dari pihak-pihak lain," ujarnya. Bagaimana pun, tambah Dedy, penjelasan yang sudah diberikan, masih sarat dengan faktor subjektivitas, sehingga perlu kesaksian pihak lain. "Kita harus `fair` (adil)," ucapnya. Sementara itu, anggota Komisi I dari Partai Golkar Yuddy Chrisnandi menilai, dalam proses pengadaan 35 unit mobil pick up itu banyak kejanggalan yang masih harus diklarifikasi oleh calon panglima TNI. "Penjelasan yang kemarin diberikan Pak Djoko masih kurang lengkap, sehingga masih banyak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dan penilaian negatif," katanya. Yuddy menambahkan, penanganan dan penyelesaian kasus ini menjadi pertimbangan tersendiri dalam penetapan `kelulusan` Jenderal Djoko Santoso sebagai Panglima TNI. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007