"Terdakwa I Adhi Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Asisten Olahraga Prestasi pada Deputi BIdang peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora bersama dengan terdakwa II Eko Triyanta selaku staf pada Deputi IV Kemenpora menerima hadiah berupa uang Rp215 juta dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekjen KONI," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ronald Worotikan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Pemberian tersebut ditujukan untuk mempercepat proses persetujuan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora pada tahun 2018 yaitu proposal dukungan KONI dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018 dengan usulan sejumlah Rp27,506 miliar.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrowi membuat disposisi kepada Deputi IV Kemenpora Mulyana untuk melakukan telaah dan dilanjutkan kepada asisten deputi Olahraga dan Prestasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tim verifikasi untuk dilakukan penelitian.
Dalam rapat pembahasan yang dihadiri oleh Mulyana, Asisten Deputi Olahraga Prestasi pada Deputi IV Chandra Bakti dan ketua tim verifikasi Adhi Purnomo ternyata proposal yang diajukan KONI tidak sesuai dengan peraturan presiden karena waktu pengajuan sudah akhir 2018 dan dana hibah akan digunakan untuk 2019 sehingga Mulyana meminta Ending untuk merevisi proposal tersebut.
"Untuk memperlancar proses persetujuan itu, Mulyana meminta handphone kepada Ending Fuad Hamidy yang disampaikan melalui Atam selaku supir Ending. Selanjutnya Ending meminta Bendahara Umum KONI Johny E Auwy menyerahkan uang sejumlah Rp100 juta dan 1 handphone Samsung Galaxy Note 9 sesuai permintaan Mulyana," ungkap jaksa Ronald.
Pemberian handphone dan kartu ATM dengan nilai Rp100 juta dilakukan pada 27 September 2018 di restoran bakso lapangan tembak Senayan. Johny E Awuy menyampaikan kepada Mulyana 'Pak uang yang di lapangan tembak yang tidak jadi diambil saya masukkan ke bank dan ini ATM-nya beserta nomor pinnya, bapak tinggal ambil uangnya lewat ATM itu".
Kartu ATM diterima Mulyana dan beberapa hari kemudian Mulyana mengganti nomor PIN kartu ATM dengan nomor PIN baru agar uang dalam ATM tidak dapat ditarik orang lain selain Mulyana.
Ending pada 28 November 2018 kembali mengajukan proposal perbaikan yang dibuat secara "back date" tertanggal 10 Agustus 2018 dengan usulan dana Rp21,062 miliar. Selanjutnya Imam Nahrowi memberikan disposisi kepada Mulyana untuk menelaah proposal perbaikan itu.
Dalam rapat verifikasi pada 6 Desember 2018, disepakati dana hibah yang diberikan adalah sejumlah Rp17,971 miliar untuk pelaksanaan kegiatan terhitung 1 Juli - 31 Desember 2018 dengan ditandatanganinya MoU pada 7 Desember 2018 padahal proses verifikasi belum selesai dilakukan.
Pencairan dana hibah dilakukan pada 13 Desember 2018 senilai Rp17,971 miliar dengan transfer ke rekening KONI Pusat.
"Masih pada 13 Desember 2018, sesuai arahan Miftahul Ulum, Ending memerintahkan Suradi selaku Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran KONI Suradi untuk mengetik daftar rincian para penerima dana 'commitment fee' dari Kemenpora atas pencairan dana sejumlah Rp17,971 miliar yang di dalam daftar tersebut di antaranya tertulis inisial 'Mly' yaitu Mulyana sejumlah Rp400 juta, 'Ap' yaitu Adhi Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komitmen sejumlah Rp250 juta dan 'Ek' yaitu Eko Triyanta (staf pada Deputi IV Kemenpora) sejumlah Rp20 juta," ungkap jaksa Ronald.
Pada 17 Desember 2018, Ending meminta Eko Triyanta mengambil uang fee ke kantor KONI Pusat, selanjutnya Eko melaporkan kepada Adhi Purnomo bahwa akan ada "tanda terima kasih" untuk Adhi Purnomo dan dijawab dengan mengatakan "Kalau ada tanda terima kasih, Insya Allah akan saya gunakan untuk menambah pembayaran cicilan rumah".
Penyerahan uang untuk Adhi dan Eko tersebut dilakukan pada 18 Desember 2018 di gedung KONI Pusat dengan Ending memberikan Rp215 kepada Eko dengan mengatakan "sekalian saja biar dibawa Eko, sekalian kasihkan ke Pak Adhi". Saat Eko kembali ke kantor Kemenpora, ia langsung diamankan petugas KPK beserta barang bukti uang.
Atas perbuatannya Mulyana didakwa pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Terhadap dakwaan tersebut, Adhi dan Eko tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi), sidang dilanjutkan pada 13 Mei 2019.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019