Jakarta (ANTARA News) - Industri percetakan dan grafika belum digarap secara optimal oleh pemerintah sebagai industri yang mampu menyerap tenaga kerja dan memberi nilai tambah tinggi. "Sampai saat ini industri percetakan dan grafika tumbuh tanpa fasilitas dan insentif dari pemerintah," kata Ketua Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) Jimmy Juneanto, di Jakarta, Selasa, usai seminar pra pameran media cetak di Dusseldorf (Jerman) atau "Drupa 2008". Padahal, lanjut dia, industri percetakan dan grafika cukup banyak mencapai sekitar 26 ribu perusahaan yang sekitar 78 persen di antaranya merupakan perusahaan kecil. Selain itu, potensi dan pertumbuhannya juga cukup tinggi, yang terlihat dari konsumsi kertas. Menurut dia, dari sekitar sembilan juta ton produksi kertas per tahun, sekitar 60 persen atau enam juta ton diantaranya dipasok ke dalam negeri. "Kalau harga satu ton kertas mencapai 500 dolar AS maka potensi pasar percetakan dan grafika di atas pasar kertas domestik, karena industri ini memberi nilai tambah pada kertas, dari yang terendah lima persen sampai 100 persen," kata Jimmy. Oleh karena itu, lanjut dia, PPGI menilai industri percetakan dan grafika perlu mendapat pengayoman dari pemerintah agar pertumbuhannya lebih terarah. Jimmy khawatir tanpa pengembangan yang jelas dari industri percetakan dan grafika, maka potensi pasar domestik akan diambil produk impor. Apalagi saat ini, industri tersebut didesak oleh kemajuan teknologi percetakan digital yang menuntut pembaruan teknologi, di tengah industri percetakan dan grafika nasional yang masih menggunakan mesin bekas. Terkait dengan hal itu, diakuinya, pameran media cetak "Drupa 2008" di Dusseldorf, Jerman, 29 Mei - 11 Juni 2008, bisa menjadi ajang untuk mengetahui teknologi terkini mesin cetak dan grafika. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007