Jakarta (ANTARA News) - Perdebatan mengenai asas partai seharusnya tidak menjadi alasan ditundanya pengesahan RUU tentang Partai Politik (Parpol) karena bukan merupakan isu yang substansial, kata pengamat dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP).
"Ditundanya pengesahan RUU itu akan merusak proses demokrasi, apalagi isunya bukan isu yang substansial, yaitu masalah asas," kata Ato Ilah Muhammad dari KIPP di Jakarta, Selasa.
Penundaan pengesahan RUU tersebut akan berakibat kepada tertundanya pemilu yang dinilai Ato akan merugikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan parpol baru.
"Harusnya asas tidak jadi perdebatan, biarkan masyarakat atau pemilih saja yang menentukan, tidak harus diperdebatkan di DPR," katanya.
DPR menunda pengesahan RUU Parpol yang ditargetkan Selasa (4/12) akibat masih adanya perbedaan pendapat yang belum bisa diselesaikan di antara fraksi-fraksi menyangkut asas parpol.
Fraksi Partai Golkar (FPG), Fraksi PDIP dan Fraksi Partai Demokrat (FPD) berada dalam satu sikap yang menginginkan agar semua parpol berasaskan Pancasila.
Fraksi lainnya, PPP, PAN, PKS, PDS, PKB, Bintang Pelopor Demokrasi (BPD) dan Partai Bintang Reformasi (PBR) menyetujui rumusan yang diajukan pemerintah bahwa asas parpol tidak bertentangan dengan Pancasila.
Rumusan yang disetujui tetap seperti yang terdapat dalam UU No.31/2002 bahwa asas parpol tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Penundaan pengesahan RUU tersebut dinilai Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti sudah dapat diperkirakan karena berdasarkan pengalaman, pembahasan RUU Politik selalu molor.
"Tetapi kita masyarakat sipil harus memberikan batasan waktu untuk DPR mengesahkan RUU tersebut karena akan mengganggu proses pemilu yaitu membuat molornya pelaksanaan pemilu," kata Ray.
Untuk mengatasi kemoloran itu, Ray menyebutkan bahwa DPR sebaiknya mengesahkan UU tentang pemilu terlebih dahulu sehingga KPU dapat segera melaksanakan tugasnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007