Kegiatan kebudayaan yang dicantol dalam kegiatan keagamaan, ini sangat baik, sebagai wadah bersilaturahmi
Batam (ANTARA) -
"Bagai kacang tidak lupa pada kulitnya," begitulah peribahasa yang cocok disematkan kepada ribuan perantau Kabupaten Kampar, Riau yang mengadu nasib di Kota Batam, Kepulauan Riau.
Hiruk pikuk kota, ditambah dengan kesibukan yang tidak ada habisnya, tidak melunturkan jati diri warga Kampar yang gemar bersilaturahim dan sangat peduli satu dengan lainnya.
Berada di negeri perantauan justru menguatkan kekerabatan warga Kampar di kota metropolitan.
Persaudaraan perantau Kampar diikat dalam organisasi bernama Keluarga Besar Kabupaten Kampar (KBKK). Di Batam, perkumpulan ini relatif aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk menjalin silaturahim dan sosial.
Ibarat pepatah, "Bukit sama didaki, lurah sama dituruni", kekerabatan mereka sangat akrab, di mana susah dan senang dijalani bersama.
Dari berbagai kegiatan yang mereka jalani, satu yang tidak pernah luput dikerjakan setiap tahun, yaitu Balimau Kasai.
Balimau Kasai tradisi mereka menyucikan diri dalam menyambut Ramadhan.
"Tak lapuk dek hujan, tak lekang dek panas,". Adat yang tidak berubah, tetap dijalankan meski berada di negeri orang.
Begitulah, para pengurus KKBK berupaya melestarikan tradisi yang dijalankan nenek moyang mereka sejak bertahun-tahun.
Meski bercerai-berai dalam aktivitas sehari-hari di Batam karena banyak perantau yang bekerja di pemerintahan, swasta, wirausaha, dan lainnya, saat hendak menghelat kegiatan, semuanya berkumpul.
Para pengurus bertukus lumus memastikan menjalankan tradisi lama.
"Elok kata dalam mufakat, buruk kata di luar mufakat". Panitia merundingkan rencana kegiatan bersama kaum keluarga agar acara berjalan dengan selamat.
Bagai aur dengan tebing, yang berat sama dipikul yang ringan sama dijinjing. Masyarakat saling bantu-membantu menyelenggarakan acara tahunan itu.
Tahun ini, tradisi Balimau Kasai diselenggarakan pada Minggu (5/5) di Pantai Marina, Sekupang, Batam.
Ketua panitia acara Nasrizal menyatakan kegiatan itu diadakan setiap tahun agar anak-anak yang lahir di perantauan tidak lupa dengan tradisi turun temurun nenek moyang mereka di kampung halaman.
Sekitar 1.000 orang keturunan Kampar dan sumando Kampar (laki-laki yang bergabung dengan keluarga perempuan, yang diikat dalam tali pernikahan) berkumpul di Pantai Marina.
Mereka bagai keluan bebar petang, berkerumun untuk mengikuti rangkaian tradisi menjelang Ramadhan.
Acara dimulai dengan mendengarkan tilawah, berdoa, makan bajambau, sambutan-sambutan, ceramah, dan kemudian puncak acara menyiramkan air jeruk dan air campuran beras dan kunyit kepada pengurus KBKK.
Makan bajambau adalah tradisi yang dilakukan dalam kegiatan besar.
Nasi, lauk pauk, sayur, buah, dan kue ditata dalam nampan besar. Tidak ada aturan macam lauk dan sayur yang harus disajikan. Kemudian, peserta duduk melingkari nampan tersebut untuk makan bersama.
"Ini adalah tradisi kami. Kalau orang Minang menyebutnya makan bajamba," kata anggota panitia acara itu, Mashur Ocu.
Siang itu, panitia menyiapkan gulai ikan salai dan ikan pantau balado sebagai menu utama dilengkapi dengan lalapan segar dan gulai rebung.
Usai menyantap makan siang, mereka mendengarkan sambutan-sambutan yang dilanjutkan dengan ceramah, untuk selanjutnya inti acara berupa tradisi Balimau Kasai.
Sebanyak tiga orang perwakilan pengurus duduk di kursi dan disiramkan air perasan limau dan air campuran beras dan kunyit.
Lalu, masyarakat lainnya melanjutkan dengan mandi menggunakan ramuan yang sama, yang sudah disiapkan panitia dalam bungkus daun pisang.
Mashur Ocu mengatakan selain menjaga tradisi, tujuan utama dari balimau kasai menjaga silaturahim antarwarga Kampar yang berdomisili di Batam.
"Di antara berbagai kesibukan adalah suatu waktu kami berkumpul bersama," kata dia.
Dalam menyambut Ramadhan tahun ini, KBKK juga memotong satu ekor kerbau yang dagingnya dibagikan kepada masyarakat Kampar.
Kerbau sengaja tidak dipotong di lokasi acara, demi kebersihan. Kerbau dipotong di tempat pemotongan hewan yang kemudian dagingnya langsung dibawa ke lokasi acara untuk dibagikan.
"Daging yang diberikan belum dimasak," kata dia.
Tidak Punah
Pembina KBKK Kota Batam, Makmur, menyatakan tradisi Balimau Kasai akan terus dilakukan setiap tahun agar tidak punah.
Ia berharap pemerintah kota bisa menyokong kegiatan itu agar bisa lebih besar lagi pada masa mendatang.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam Ardiwinata menyatakan tradisi Balimau Kasai memiliki nilai yang elok yang mesti dilestarikan
"Kegiatan kebudayaan yang dicantol dalam kegiatan keagamaan, ini sangat baik, sebagai wadah bersilaturahmi," kata Ardi yang juga keturunan Kampar itu.
Jeruk limau yang digosokkan ke kepala, kata dia, merupakan simbol membersihkan jiwa, isi dalam kepala, sedangkan beras dan kunyit merupakan visualisasi dari harumi.
Secara keseluruhan, Balimau Kasai menggambarkan upaya menyucikan diri lahir dan batin dalam menyambut Bulan Suci Ramadhan.
Menurut dia, selain melanjutkan tradisi, kegiatan bisa dikemas sebagai atraksi yang dapat menarik wisatawan dari dalam dan luar negeri ke Kota Batam.
"Ini adalah tradisi menyucikan badan dan tubuh, sebagai visualisai membersihkan diri menyambut Ramadhan. Kegiatan itu, juga bisa dikemas untuk menjadi atraksi pariwisata, magnet bagi wisatawan dalam dan luar negeri," kata Ardi.
Ia berkomitmen memasukkan kegiatan itu dalam kalender pariwisata Batam 2020.
"Kita buat, diusahakan agar persis seperti tradisi zaman dulu. Warga 'mengacau' dodol, membuat lemang, dan bisa dilihat oleh wisman," kata dia.
Wisatawan juga dapat menikmati makan siang dengan bajambau.
"Ini merupakan potensi besar. Akan dikemas menarik," kata Ardi.
Cara bersilaturahim perantau Kampar di Kota Batam menjelang Ramadhan itu, selain menjaga tradisi kekerabatan mereka hingga negeri orang, juga potensi unik bagi pengembangan kepariwisataan kota tersebut.
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019