Nusa Dua (ANTARA News) - Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Internasional mendesak negara-negara maju emiten karbon utama menyetujui suatu kesepakatan pengurangan emisi yang bersifat mengikat.
Desakan sejumlah LSM yang disampaikan di sela pelaksanaan sidang Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bali, Selasa, dilakukan dengan berbagai cara.
"Kami berharap agar dihasilkan suatu kesepakatan yang mengikat (dalam pertemuan Bali)," kata Equiterre Canada Steve Guilbeault, juru bicara kelompok LSM itu.
Menurut dia, tanpa suatu kesepakatan yang mengikat maka itikad baik negara-negara maju itu dapat kembali dipertanyakan.
"Apakah mereka serius atau hanya membuang-buang waktu banyak orang," katanya.
Suatu kesepakatan yang mengikat dan berisi perincian jelas mengenai pengaturan dan target pengurangan emisi menurut dia akan menjawab keraguan dunia atas keseriusan negara-negara maju itu.
Dia juga menyoroti kegagalan pemerintah Kanada menurunkan emisi
sebagaimana target yang ditetapkan oleh Protokol Kyoto.
Sementara itu Mark Lutes dari David Suzuki Foundation mengatakan bahwa negara-negara maju tidak dapat dengan mudah mengakui bahwa perubahan iklim adalah suatu ancaman tapi tidak mau melakukan apapun untuk itu.
Dikemukakan juga mengenai sikap negara-negara maju yang justru saling menunjuk negara lain untuk segera menurunkan emisi, sebagai suatu tindakan yang sia-sia.
Hadir juga dalam kesempatan itu Richard Worthington dari "Climate Action Network" (CAN) Afrika Selatan, Ailun Yang dari Greenpeace China dan Kyoko Kawasaka dari Kiko Network.
Pada pertemuan UNFCCC, 3-14 Desember 2007 di Bali, sedikitnya 189 negara berkumpul guna menyepakati pengaturan baru untuk mengatasi perubahan iklim pasca-Protokol Kyoto pada 2012.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007