Jakarta (ANTARA News)- Kurs rupiah Selasa pagi melemah akibat aksi mencari untung (profit-taking) para pelaku pasar, setelah dua hari sebelumnya mata uang lokal itu cenderung menguat, menyusul lebih rendahnya angka inflasi Nopember 2007. Nilai tukar rupiah melemah tiga poin menjadi Rp9.333/9.338 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.330/9.359 per dolar AS. Analis Valas PT Bank Saudara, Rully Nova di Jakarta, Selasa, mengatakan koreksi terhadap rupiah dinilai hanya sementara, karena pelaku sedang menunggu rencana bank sentral AS (The Fed) yang akan menurunkan kembali suku bunganya. "Pelaku pasar sedang memfokuskan perhatiannya terhadap The Fed, berapa persen suku bunga Fedfund yang akan diturunkan nanti," katanya. Menurut dia, The Fed kemungkinan akan menurunkan suku bunganya antar 25 basis poin hingga 50 basis poin untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang melambat. "Kasus Subprime mortgage (gagal bayar kredit sektor perumahan di AS), pengetatan penyaluran kredit yang merugikan lembaga keuangan AS merupakan faktor-faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi AS melemah," katanya. Rupiah, lanjut Rully, juga tertekan oleh menguatnya harga minyak mentah dunia, setelah Negara-negara Pengekspor Minyak Mentah (OPEC) menolak meningkatkan produksi. "Namun peluang rupiah untuk kembali menguat juga tinggi, apalagi Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan, sekalipun laju inflasi Nopember 2007 menurun," katanya. BI, menurut dia, tidak akan menurunkan suku bunganya, karena kondisi global yang masih lesu, sehingga pada akhir tahun BI Rate masih bertahan pada level 8,25 persen. Apalagi inflasi Desember 2007 diperkirakan akan meningkat, karena menjelang Natal dan Tahun Baru di mana aktifitas masyarakat pada sektor konsumsi sangat tinggi, katanya. Sementara itu, euro stabil pada 1,4665 dan terhadap yen turun 0,1 persen jadi 161,90, dolar AS terhadap yen jadi 110,40. (*)
Copyright © ANTARA 2007