Jakarta (ANTARA News) - Bupati non-aktif Kutai Kertanegara, Syaukani Hassan Rais, dalam terdakwa empat tindak pidana korupsi selama 2001-2005 yang menimbulkan kerugian negara Rp120,251 miliar dalam pledoinya menolak tuduhan melanggar hukum.
"Oleh Jaksa Penuntut Umum saya didakwa menguntungkan Vony A. Panambunan karena menandatangani memorandum Surat Perintah Kerja Sementara (SPKS), itu tidak benar," katanya dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Senin.
Dalam pledoinya, Syaukani menolak anggapan pernah menerima surat pengajuan untuk studi kelayakan dari PT Mahakam Diastar Internasional.
"Yang berniat untuk melakukan penunjukan langsung adalah Sekretaris Daerah Kutai, Edi Subandi, dan Kepala Bappeda, Fachrudin Noor, saya hanya menunjuk pembentukan panitia proyek saja, makanya saya menandatangani SPKS sesuai dengan aturan yang ada," ujarnya.
Pada bagian lain pledoinya, terkait kasus penggunaan dana kesejahteraan sosial bagi operasional Bupati, Syaukani mengatakan bahwa pengajuan anggaran untuk operasional adalah berdasarkan masukan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), M. Haryadi.
"Untuk pengeluaran izinnya pun sesuai dengan persetujuan dari asisten IV, saya tidak pernah campur tangan dalam pengeluaran dana tersebut," katanya.
Pada akhir pembelaannya, Syaukani meminta, agar majelis hakim menolak dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), membebaskan dari segala hukuman dan memulihkan nama baiknya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati non-aktif Kutai Kertanegara, Syaukani Hassan Rais, dengan pidana penjara delapan tahun atas dakwaan melakukan empat tindak pidana korupsi selama 2001-2005 yang menimbulkan kerugian negara Rp120,251 miliar.
"Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi menyalahgunakan kewenangan melanggar hukum pada pasal 3 jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) sesuai dakwaan Subsidair," kata JPU, Khaidir Ramli, saat membacakan tuntutan pekan lalu.
Selain dituntut pidana penjara, JPU juga meminta majelis yang menghukum Syaukani membayar denda Rp250 juta subsidair enam bulan kurungan.
Syaukani juga dituntut membayar ganti kerugian negara sebesar Rp35,593 miliar dan bila satu bulan setelah adanya kekuatan hukum tetap tidak dibayar maka akan dipidana penjara tiga tahun enam bulan.
Empat tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa adalah menyalahgunakan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan bandara Kutai, dana pembangunan bandara Kutai dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat.
Sepanjang 2001-2005, dana perangsang yang disalahgunakan itu berjumlah Rp93,204 miliar.
Dari jumlah itu sebanyak Rp27,8 miliar diterima dan dinikmati oleh terdakwa.
Sementara itu, untuk perbuatan korupsi dana studi kelayakan bandara Kutai Kartanegara, terdakwa pada April 2003 bertemu dengan Voni A. Panambunan dan membicarakan tentang studi kelayakan Bandar Udara (Bandara) Kutai Kartanegara.
Anggaran yang diajukan senilai 722.700 dolar Amerika Serikat (AS), dan kemudian disetujui padahal pos untuk keperluan tersebut belum tercantum dalam APBD Kutai Kartanegara.
"Terdakwa juga menyetujui pembayaran terhadap konsultan PT Mahakam Diastar Internasional, meski sudah ada pimpro proyek tersebut, Syaukani tetap menyetujui padahal itu kewenangan pimpro," ujar JPU.
Total pembayaran bagi PT MDI sebesar Rp6,269 miliar. Namun ternyata perusahaan tersebut tidak melakukan uji kelayakan tetapi menyerahkan pekerjaan itu kepada PT Incona dan membayar Rp2,222 miliar.
Sedangkan untuk pembebasan tanah bandara Kutai, terdakwa setidaknya meminta pemegang anggaran untuk lima kali mengeluarkan anggaran dengan alasan untuk pembebasan tanah padahal hal tersebut, masih menurut JPU, tidak dilakukan.
"Total dana yang digunakan Rp15,250 miliar dan untuk membuat seakan-akan memenuhi prosedur yang ada, para pejabat terkait pembebasan tanah bandara di kabupaten tersebut diminta membuat kelengkapan administrasi," kata JPU.
Untuk korupsi penyalahgunaan pos anggaran dana kesejahteraan rakyat yang dikelola oleh asisten IV Kabupaten Kutai Kartanegara, terdakwa mulai Juli 2005 mengajukan anggaran tambahan operasional bupati.
Pengajuan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh asisten IV, perbuatan itu dilakukan lagi sebanyak tiga kali sehingga merugikan negara Rp7,750 miliar.
Secara keseluruhan dari kerugian negara sebesar Rp120,251 miliar, terdakwa dinilai menikmati dan memperkaya diri sendiri sebanyak Rp50,843 miliar dengan perincian dari dana perimbangan pungutan migas Rp27,843 miliar, dana pembangunan bandara Rp15,250 miliar dan penyalahgunaan dana kesejahteraan rakyat Rp7,750 miliar.
Syaukani juga didakwa memperkaya orang lain sebanyak Rp65,360 miliar dalam pemberian keputusan pembagian dana perimbangan dan memperkaya Voni A. Panambunan sebesar Rp4,047 miliar melalui proyek pembangunan Bandara Kutai Kartanegara. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007