"Parentpreneur" diartikan sebagai orang tua yang membangun dan mengembangkan suatu unit usaha bagi anak-anak mereka yang berkebutuhan khususJakarta (ANTARA) - Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi London School of Public Relations (LSPR) Jakarta mendorong para orang tua yang memiliki anak dengan autistik atau "autism syndrome disorder" (ASD) untuk menjadi pebisnis atau wirausahawan guna mendukung anggota keluarga mereka dalam memperoleh pekerjaan.
Lebih lanjut Prita mengenalkan istilah “parentpreneur” yang diartikan sebagai orang tua yang membangun dan mengembangkan suatu unit usaha bagi anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus.
“Kata ini kami buat untuk menggugah semangat orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus guna membangun usaha bagi anak-anak mereka,” kata pendiri LSPR Jakarta itu.
Menurut dia, orang tua adalah pihak yang paling memahami kemampuan anak-anak mereka, khususnya yang berkebutuhan khusus, serta mengerti lingkungan mereka yang mendukung aktivitas anggota keluarga tersebut.
“Pengalaman saya melihat berbagai macam usaha yang dibangun oleh dan untuk individu ASD telah memicu semangat saya untuk berbuat sesuatu bagi mereka, terutama untuk anak saya tercinta, Raysha,” katanya.
Dia mencontohkan ada sebuah usaha kafe di Thailand bernama True Coffee Café yang seluruh pekerjaannya dijalankan oleh individu ASD.
Produk dari kafe yang merupakan bagian dari penyedia layanan komunikasi milik kerajaan tersebut terutama diperuntukkan bagi para pekerja perusahaan itu.
Salah satu wujud kepedulian LSPR akan perkembangan anak-anak ASD adalah didirikannya Pusat Kepedulian Autistik LSPR atau London School Center for Autism Awareness (LSCAA) dan London School of Beyond Acedemy (LSBA) yakni sekolah bagi anak-anak dengan ASD.
LSCA merupakan tanggung jawab sosial LSPR dalam menyebar-luaskan informasi mengenai austisme kepada masyarakat dalam bentuk festival bagi individu ASD, pelatihan bagi orangtua, pembuatan film serta kegiatan lainnya.
Sementara itu, LSBA menyediakan pelatihan kerja bagi individu ASD agar memiliki keterampilan yang berguna dalam menjadikan mereka sebagai wirausahawan dengan tetap melibatkan orangtua sebagai penyedia pasar bagi karya anak-anak mereka.
Dia berharap karya-karya individu ASD dapat dinikmati oleh masyarakat luas karena kualitasnya tidak kalah dengan yang dihasilkan oleh orang-orang lain pada umumnya.
“Saya tidak ingin kita mempromosikan atau menjual produk-produk individu ASD dengan meminta belas kasihan, tapi karena kualitas karya mereka bagus. Orang-orang harus tahu ‘Who make it and who use it’ (siapa yang membuat produk itu dan siapa yang menggunakannya) di balik karya-karya itu,” demikian Prita Kemal Gani.
Baca juga: Butuh dukungan keluarga besar asuh anak autisme
Baca juga: Nenek perokok bisa sebabkan cucunya autis
Baca juga: PSIMed UII kembangkan permainan digital untuk anak autis
Pewarta: Bambang Purwanto
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019