Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari lembaga kajian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyoroti permasalahan rendahnya harga pokok penjualan (HPP) beras yang dinilai menjadi salah satu penyebab utama terhambatnya realisasi penyerapan beras yang dilakukan oleh Bulog.
"Sebaiknya jika memang mau memiliki penyerapan yang lebih tinggi, baiknya Bulog diberikan akses untuk menyediakan standar harga HPP Gabah Kering Panen yang lebih bersaing," kata peneliti CIPS Assyifa Szami Ilman, di Jakarta, Sabtu.
Ilman mengingatkan bahwa saat ini, realisasi penyerapan beras oleh Bulog hingga April 2019 baru mencapai 17 persen dari target serapan yang telah ditetapkan yaitu sebesar 1,8 juta ton pada 2019.
Ia berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya meninjau ulang keberadaan HPP, apalagi dasar hukum implementasi HPP itu diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2015 yang artinya sudah berjalan sekitar empat tahun.
Saat ini, HPP GKP (Gabah Kering Panen) berada di kisaran angka Rp3.700 per kilogram, dengan fleksibilitas harga sebesar 10 persen. Dengan demikian maka berarti Bulog bisa menawarkan harga pembelian sekitar Rp4.050 per kilogram.
Angka ini sedikit berada di bawah hasil survey IRRI (International Rice Research Institute) yang menyatakan biaya produksi padi mencapai Rp4.082/kilogram pada 2014.
"Angka yang ada saat ini masih sedikit di bawah hasil survei lembaga internasional tersebut, dan survey tersebut menunjukkan hasil untuk 2014. Lalu, di 2019 ini tentunya banyak sekali faktor-faktor yang mengakibatkan adanya perubahan harga seperti inflasi, biaya transportasi, dan perubahan margin keuntungan petani yang meningkat dari tahun ke tahun," papar Ilman.
Dalam merespon situasi ini, lanjutnya, sebaiknya pemerintah meninjau ulang relevansi HPP. Jika dirasa memang HPP masih dibutuhkan, sebaiknya besaran HPP diperbaharui dengan kondisi pasar yang ada saat ini.
Namun, dalam jangka panjang, polemik lemahnya penyerapan beras Bulog ini berpotensi akan kembali berulang pada masa mendatang sehingga perlu ada semacam upaya pemutakhiran berkala.
"Untuk itu, sebaiknya dalam jangka panjang pemerintah tidak bergantung kepada HPP untuk mengatur harga beras. Cara-cara lain yang dapat dilakukan untuk memastikan harga beras terjangkau bagi konsumen serta tetap menyejahterakan petani adalah intervensi pada segi produksi dan distribusi melalui program-program pemerintah yang juga diintegrasikan dengan penerapan teknologi," ucapnya.
Baca juga: Pekerjaan besar mengevaluasi HPP gabah dan beras
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019