"Harus dievaluasi sistem pileg ini, dengan banyaknya yang wafat petugas ini tentunya harus menjadi evaluasi untuk pemilu berikutnya," ujar dia saat berkunjung ke kantor Antara di Jakarta, Jumat.
Rano mengaku kaget mengetahui banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia saat bertugas dalam penyelenggaraan pemilu tahun ini.
"Saya dengar sudah hampir 300 orang. Yang sakit sudah hampir ribuan. Saya kebetulan pernah menjadi pimpinan di sebuah provinsi ya memang tidak pilpres tetapi pada pilkada, tetapi cukup kaget juga," kata dia.
Agar hal ini tak terulang, dia menilai perlunya penambahan jumlah petugas di lapangan sehingga tugas tak tertumpuk pada segelintir orang saja.
Selain masalah kurangnya sumber daya manusia, Rano juga menyoroti usia para petugas di lapangan, yang rata-rata berusia lanjut. Lalu ke mana perginya kaum milenial?
"Karena maaf ya, yang muda tidak tertarik menjadi petugas. Yang saya tahu tidak banyak. Kecuali petugas KPPS yang ada di luar negeri, ya memang anak-anak muda semua. Kita yang di sini banyak senior," kata dia.
Menurut dia, ada alasan lain perekrutan banyak melibatkan para petugas yang umumnya berusia 50 tahunan itu. Mereka ini lebih memahami seluk beluk perhitungan suara ketimbang petugas baru.
Mereka juga kebanyakan orang-orang yang sudah terlibat dalam penyelenggaraan pemilu periode sebelumnya.
Selain masalah SDM, pemerintah juga perlu meningkatkan minat anak-anak muda agar mau terlibat dalam pemilu.
"Artinya harus ada evaluasi kalau memang sistem serentak ini disepakati, ya petugas harus bertambah. Enggak mungkin dia tidak istirahat. Harus ada cadangan," tutur Rano.
Sebelumnya, berdasarkan data KPU hingga Kamis (2/5) malam ada sebanyak 409 petugas KPPS yang meninggal dunia. Rata-rata mereka meregang nyawa akibat kelelahan saat perhitungan suara di TPS masing-masing.
Baca juga: Optimistis melaju ke Senayan, Rano Karno siapkan program "I-Pop"
Baca juga: Rano Karno tak ingin buat sinetron "Si Doel" lagi
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019