Bila indikator harga masih belum bisa dipercaya, ya gunakan satelit. Kan katanya mau ada pantau beras pakai satelit. Nah itu saja realisasi jadi data itu tidak beda-beda terus jadi ribut

Jakarta (ANTARA) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengusulkan harga beras dijadikan sebagai indikator perlu atau tidaknya melakukan impor komoditas yang merupakan makanan pokok masyarakat itu.

"Kita lihat saja yang paling sederhana dari harga. Bila harga tinggi, berarti ketersediaan langka, maka lakukan impor," kata Board Member CIPS Arianto Patunru dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, bila harga tinggi, maka ketersediaan beras di pasaran berkurang dan tidak mencukupi kebutuhan masyarakat, sehingga impor juga bisa dijadikan sebagai pilihan untuk mengisi kekurangan pasokan dan menstabilkan harga.

Namun, lanjutnya, kalau pergerakan harga dianggap tidak cukup membuktikan adanya kelangkaan pasokan beras.

Ia juga menyarankan pemerintah untuk menggunakan teknologi untuk memantau hasil produksi beras, karena penggunaan teknologi dinilai bisa mencegah terjadinya konflik antar instansi pemerintah yang seringkali memiliki data komoditas pangan yang berbeda satu sama lain.

"Bila indikator harga masih belum bisa dipercaya, ya gunakan satelit. Kan katanya mau ada pantau beras pakai satelit. Nah itu saja realisasi jadi data itu tidak beda-beda terus jadi ribut," kata Arianto.

Ia menyebutkan bahwa perbedaan data antara satu instansi dengan instansi lain seharusnya tidak terjadi lagi di masa mendatang.

Sebelumnya, Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik Budi Waseso mengatakan tidak akan lagi ada impor beras di sisa tahun sepanjang 2019, dan pihaknya sedang berupaya untuk meningkatkan ekspor beras.

Budi, dalam perayaan ulang tahun ke-52 Perum Bulog, di Kelapa Gading, Jakarta, Sabtu (27/4) malam, menjanjikan stok dan persediaan beras di dalam negeri akan mencukupi hingga akhir tahun.

"Kami akan memaksimalkan penyerapan gabah dan beras di dalam negeri. Saya yakin 2019 sampai akhir 2019 kami tidak perlu lagi impor beras," kata mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri ini.

Budi mengatakan dirinya dan jajaran Bulog sedang membuktikan bahwa Indonesia akan surplus beras, dan bisa menjadikan beras sebagai komoditas ekspor unggulan.

"Kita punya kedaulatan pangan. Soal pangan, kita tidak boleh impor, tapi ekspor. Itu harga mati," ujarnya.

Buwas, sapaan akrab Budi, sempat bercerita bahwa saat awal menjabat sebagai Dirut Bulog, dirinya pernah dipaksa untuk melakukan impor. Namun, dia mengaku berusaha untuk tidak melakukan impor beras karena stok beras dalam negeri masih sangat mencukupi.
Baca juga: Bulog katakan tidak akan ada lagi impor beras tahun ini

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019