Investasi infrastruktur besar-besaran Indonesia dalam beberapa tahun terakhir akan menghasilkan peningkatan nyata terhadap daya saing dan produktivitas ekonomi secara keseluruhan
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerukan pentingnya penguatan sarana infrastruktur dan pembangunan manusia pada Pertemuan Tahunan Ke-52 Bank Pembangunan Asia (ADB) di Nadi, Fiji.
Sri Mulyani dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan komitmen itu selama ini telah dilakukan Indonesia melalui kebijakan anggaran yang berkualitas dan produktif.
"Investasi infrastruktur besar-besaran Indonesia dalam beberapa tahun terakhir akan menghasilkan peningkatan nyata terhadap daya saing dan produktivitas ekonomi secara keseluruhan," ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan Indonesia juga berkomitmen mempertahankan reformasi struktural untuk mendukung iklim bisnis dan investasi.
Pembenahan iklim berusaha ini terutama untuk mendorong diversifikasi ekonomi dari komoditas guna mendukung industrialisasi dan pengembangan sektor jasa.
Di tataran regional, Indonesia ikut mendorong penguatan daya saing dan kerja sama kawasan untuk mengurangi ketergantungan pada kondisi eksternal. Pembenahan daya saing ini terutama melalui penguatan perdagangan dan investasi intra-regional di antara anggota ASEAN+3.
"Pengembangan kerja sama kawasan dalam hal dukungan pembiayaan infrastruktur dan pengembangan sektor pariwisata, seperti langkah yang dilakukan oleh Indonesia untuk membentuk 'New Bali’," ujarnya.
Sri Mulyani menjadi perwakilan pemerintah dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara ASEAN bersama Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan (ASEAN+3).
Pertemuan ini dilakukan untuk membahas perkembangan ekonomi regional dan global serta respons yang diperlukan dalam mempertahankan stabilitas pertumbuhan ekonomi dan sistem keuangan di kawasan.
Pertemuan tersebut menyepakati perlunya peningkatan kesiagaan kawasan dalam menghadapi meningkatnya ketidakpastian serta perlambatan pertumbuhan ekonomi global. ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN+3 akan melemah dari 4,7 persen pada 2018, menjadi 4,6 persen pada 2019, dan 4,4 persen pada 2020.
Kondisi itu dipengaruhi oleh ketidakpastian penyelesaian isu perang dagang, perlambatan pertumbuhan China, serta potensi volatilitas aliran modal akibat ketidakseimbangan global.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3 juga membahas dan menyepakati penguatan arah strategis kerja sama keuangan ASEAN+3.Kerja sama itu terkait inisiatif yang telah ada maupun po tensi perluasan ke isu lain yang dipandang strategis bagi kawasan, seperti pembiayaan infrastruktur dan penguatan mata uang lokal regional.
Secara khusus, pertemuan ini membahas operasionalisasi inisiatif kerja sama Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) yang berfungsi sebagai fasilitas dukungan keuangan regional dalam kondisi krisis.
Terkait hal ini, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3 menyepakati revisi perjanjian CMIM yang diharapkan dapat meningkatkan kesiapan operasional CMIM.
Pada kesempatan yang sama, dilakukan juga pembahasan atas penguatan ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO).Kantor ini diharapkan dapat berperan sebagai lembag a surveillance ekonomi kawasan yang independen, kredibel, dan professional.
Selain itu, pertemuan itu ikut membahas perluasan inisiatif Asian Bond Markets Initiative (ABMI) yang bertujuan untuk mengembangkan pasar obligasi keuangan di kawasan.
Baca juga: ADB perluas dukungan keuangan, teknis dan staf ke Pasifik
Baca juga: Pertemuan tahunan Bank Pembangunan Asia ke-52 dimulai di Fiji
Pewarta: Satyagraha
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019